Perbedaan antara Profesi dan Profesionalisme

Dalam percakapan sehari-hari, sering kita akan sering mendengar kata profesi dan profesionalisme. Seseorang akan mengatakan bahwa profesinya adaalah guru, swasta, buruh atau yang lainnya. Lantas pada yang lain, seorang karyawan harus meningkatkan kualitas profesionalnya agar bisa naik jabatan.

Bila dilihat dari pembukaan di atas, belum terlihat jelas jenis pekerjaan apa yang masuk dalam dalam kriteria profesi. Karena kelihatanya, profesi hanya bisa disandang bagi seseorang yang menempuh pendidikan formal yang dituntut untuk memiliki kemampuan dalam melaksanakan tugasnya.  Seperti dokter dan arsitek yang harus melalui pendidikan tinggi yang cukup lama, serta menjalankan berbagai pelatihan dan dituntut untuk memiliki ktrampilan yang tujuannya dapat meningkatkan kualitas layanan pada khalayak umum.

Juga, pedagang tidak memerlukan pendidikan tinggi, dan cukup melakukan latihan uji coba saja, serta continue dalam usahanya. Karena hal itu menimbulkan kerancuan, maka akan kami kemas, pengertian profesi yang dinyatakan oleh Ornstein dan Levine (1984) yang menyatakan bahwa profesi adalah:

  1. Melayani masyarakat, merupakan karier yang akan dilaksanakan sepanjang hayat (tidak berganti-ganti pekerjaan).
  2. Memerlukan bidang ilmu dan ketrampilan tertentu di luar jangkauan khalayak ramai (tidak setiap orang dapat melakukannya)
  3. Menggunakan hasil penelitian dan aplikasi dari teori ke praktek (teori baru dikembangkan dari hasil penelitian).
  4. Memeerlukan pelatihan khusus dengan waktu yang panjang.
  5. Terkendali berdasarkan lisesnsi baku dan atau mempunyai persyaratan masuk (menduduki jabatan tersebut memerlukan izin tertentu dan atau ada persyaratan khuss yang ditentukan untuk dapat mendudukinya).
  6. Otonomi dalam membuat keputusan tentang ruang lingkup kerja tertentu (tidak diatur oleh orang luar).
  7. Menerima tanggung jawab terhadap keputusan yang diambil dan unjuk kerja yang ditampilkan yang berhubungan dengan layanan yang diberikan (langsung bertanggung jawab terhadap apa yang diputuskannya, tidak dipindahkan ke atasn atau instansi yang lebih tinggi). Mempunyai sekumpulan unjuk kerja yang baku.
  8. Memiliki komitmen terhadap layanan jabatan dank alien. Dengan penekanan terhadap layanan yang diberikan.
  9. Menggunakan administrator untuk memudahkan profesinya; relative bebas dari supervise dalam jabatan (misalnya diokter memakai tenaga administrasi untuk mendata klien, sementara tidak ada supervise dri luar terhadap pekerjaan dokter sendiri).
  10. Mempunyi organisasi yang diatur oleh anggota profesi sendiri.
  11. Mempunyai asosiasi profesi dan atau kelompok ‘elit ’ untuk mengakui dan mengetahui keberhasilan anggotanya.
  12. Mempunyai kode etik untuk menjelaskan hal-hal yang meragukan atau menyangsikan yang berhubungan dengan layanan yang diberikan.
  13. Mempunyai kadar kepercayaan yang tinggi dari public dan kepercayaan diri setiap anggotanya (anggota masyarakat manyakini dokter elbih tahu tentang penyakit pasie yang dilayaninya).
  14. Memiliki status social dan ekonomi yang tinggi bila disbanding dengan jabatan lainnya

 

Setelah membahas mengenai profesi di atas, maka sudah kita ketahui tidak semua pekerjaan bisa diebut sebagai profesi, karena profesi memiliki banyak pengertian, yang salah satunya harus dilalui dengan pendidikan formal hingga dia memiliki ketrampilan yang dapat menunjang pekerjaannya.

Sedang pada sisi lain, kita juga sering mendengar kata-kaka profesionl dalam kehidupan kita, terutama bila itu berkaitan dengan pekerjaan maupun profesi. Apa sih profesi itu, baiklah mari kita lihat pada keterangan dibawah ini.

Profesional adalah orang yang memiliki profesi atau pekerjaan yang dilakukan dengan memiliki kemampuan yang tinggi dan berpegang teguh kepada nilai moral yang mengarahkan serta mendasari perbuatan.

definisi dari profesional adalah orang yang hidup dengan cara mempraktekan suatu keterampilan atau keahlian tertentu yang terlibat dengan suatu kegiatan menurut keahliannya. Jadi dapat disimpulkan profesional yaitu orang yang menjalankan profesi sesuai dengan keahliannya.

Sebagai seorang yang professional, maka sudah tentu dia harus sudah melalui suatu proses yang disebut dengan pendidikan, serta memiliki unsur semangat pengambilan dalam melaksanakan suatu tindakan kerja. Dalam melaksanakan tugasnya, orang professional selalu dapat bertindak objektif yang berarti bebas dari rasa sentiment, benci, malu maupun malas dan enggan untuk bertindak serta mengambil keputusan

Setelah membahas mengenai perbedaan profes dan profesional di atas, maka dapat diketahui bahwa profesi dan  profesional bisa disandang oleh siapapun, bagi mereka yang menjalani masa-masa pendidikan agar memiliki ketrampilan yang baik. semoga bermanfaat.

 

Pendidikan adalah hal yang utama dan pertama

Mungkin para pembaca masih suka penasaran, mengapa setiap kali kita membaca, mengkaji pendidikan, ada selipan mengapa pendidikan senantiasa disebut-sebut  memiliki peran utama dan pertama. DI benak anda semua, pasti akan mengatakan hal yang hamper sama, yaitu wajarlah bila pendidikan memiliki peran utama dan pertama. Karena maju atau tidaknya sebuah Negara akan dilihat melalui pendidikan mereka. Atau alasan yang lain, yang mengatas namakan moral dan etika, dan masih banyak lagi.

Saat ini, saya akan emmbahas ada dua fenomena yang menyebabkan pendidikan memiliki label utama dan pertama.

Yang pertama, ketika itu Uni Soviet baru saja meluncurkan pesawat angkasanya yang pertama pada 4 Oktober 1957  yang membuat Amerika menjadi sensitive meradang seperti orang menstruasi.  Amerika berlaku demikian karena saat itu atau bahkan hingga saat ini, dia adalah Negara kuat, adidaya dan memiliki teknologi paling maju namun dipecundangi oleh Uni Soviet. Sampai-sampai presiden AS saat itu membentuk aliansi special unit atau tim khusus untuk merespon kejadian ini. Tim yang dibentuk bukanlah tim yang akan menandingi kecanggihan Uni Sovyet, namun tim ini bertugas meninjau kembali kurikulum pendidikan AS saat itu, dimulai dari pendidikan dasar hingga bangku perkuliahan. Denga bekerja keras selama kurun waktu yang singkat, tim tersebut akhirnya berhasil mengeluarkan statement bahwa pendidikan di AS baik dari yang tingkat dasar maupun tingkat tinggi sudah tidak layak lagi dan harus direvisi. Keputusan tersebut merupakan keputusan yang teramat berani pada waktu itu. Namun itu adalah sebuah konsekuensi kalau hendak ingin maju peradabannya.

Akhirnya Amerika pun mulai melakukan pembaharuan pendidikan dalam segala segi dan dimensinya. Mulai dari kurikulum, mata pelajaran, tenaga pengajar, sarana prasarana pendidikan hingga system evaluasi pendidikan. Usaha mereka saat itu membuahkan hasil yang sangat luar biasa. Dan pada tanggal 14 Juli 1969 akhirnya mereka berhasil mengirim manusia untuk pertama kalinya ke permukaan bulan. Dalam kurun waktu 12 tahun, mereka bisa mengungguli teknologi Uni Sovyet. Waktu yang relative singkat dan kurang dari masa pendidikan seorang anak dari tingkat dasar hingga tingkat perkuliahan.

Kejadian yang kedua hamper serupa dan pernah terjadi di Jepang seusai mereka menerima kekelahan telak dalam perang dunia II dengan jatuhnya bom Hiroshima dan Nagasaki pada tanggal 6 dan 9 Agustus 1945. Jepang saat itu sudah menjadi Negara maju, praktis lumpuh total dalam segala bentuk kehidupan. Bahkan kaisar yang berkuasa saat itu mengatakan bahwa mereka tidak memiliki apapun kecuali air dan tanah. Namun rupanya, keterpurukan itu tidak lantas membuat sang Kaisar berpikir untuk menjual negaranya, atau bahkan mengemis pada Negara lain (tidak seperti Indonesia).  Yang dilakukan sang Kaisar saat itu adalah memanggil pucuk pimpinan dan bertanya “ Berapa orang guru yang masih hidup?”

Pertanyaan tersebut adalah pertanyaan sederhana yang tapi mengandung makna bahwa pendidikan adalah awal dari segala-galanya. Kaisar tidak menanyakan berapa rakyatnya yang masih hiudp, atau apakah rakyat sudah makan. Tapi berapa guru yang masih hidup?

Dari pertanyaan tersebut, akhirna dikumpulkanla semua guru yang ada saat itu. Kemudian setelah itu, Kaisar akan mengirim para guru tersebut ke Negara-negara yang menjadi pemenang Perang Dunia II. Namun yang dihasilkan kaisar saat hendak mengirimkan guru-guru itu adalah penolakan. Kaisar tidak putus asa. Walaupun orangnya ditolak, Kaisar justru berbuat yang lebih ekstrim lagi. Dia membeli mobil-mobil yang dihasilkan oleh pada pemenang PD II, lalu diberikan pada para guru dan mereka disuruh untuk mempelajarinya. Hal tersebut justru menuai kritik banyak orang, karena saat Negara sedang miskin, Kaisar malah membeli barang yang tidak dibutuhkan saat itu.

Namun itulah keberanian untuk maju berkompetensi. Jepang saat itu pelahan demi perlahan bisa bangkit dari keterpurukannya dengan memperbarui system pendidikan mereka pada seluruh jenjang pendidikan. Dalam masa yang sangat singkat, akhrinya Jepang berhasil membangun Negara yang kuat dalam bidang ekonomi dan pendidikan. Bahkan juga menjadi Negara terkuat yang menjadi ancama AS.

Mari kita bandingkan dengan Indonesia yang sisaat Indonesia bangun dari tidurnya pada waktu yang bersamaan dengan Jepang. Jepang sudah berlari jauh di depan, sedang Indonesia masih tertatih-tatih bahkan jalan ditempat atau kadang mundur ke belakang.

Dua fenomena di atas merupakan gambaran nyata daru urgensi pendidikan yang telah dipahami dan diaplikasian dengan baik oleh AS dan Jepang. Langkah yang mereka ambil telah membuktikan kepada dunia bahwa kemajuan pendidikan berarti kemajuan sebuah bangsa. Dan bangsa manapun di dunia ini yang mengabaikan pendidikan, maka tunggulah tanggal hancurnya.

Begitulah sentralnya peran pendidikan bagi kemajuan sebuah bangsa, hingga krisis multidimensi separah apapun akan bisa ditangani dan diatasi dengan pendidikan yang baik dan sistematis. Setelah meletakkan pendidikan pada tempatnya, maka kita juga harus menata ulang rancangan bangun kehidupan bagsa, membangun karakter kearifan dan identitas tradisi local dan melanjutkan estafet pembangunan bangsa, terutama di era globalisasi yang menunjukkan semakin ketatnya kompetensi di seluruh Negara-negara di seluruh dunia.

itulah mengapa pendidikan adalah yang utama dan pertama. karena letak kesuksesan bagi manusia dalam berbangsa dan bernegara adalah pendidikan yang dimilikinya. mari mejadi orang yang berpendidikan!!!fighting!!!

Zaim ElMubarok. Membumikan  Pendidikan Nilai, Mengumpulkan yang Terserak, Menyambung yang terputus dan Menyatukan yang Tercerai. Alfabeta. Bandung. (h) 4-7.

kontes ratu kecantikan dalam perspektif islam

A.Landasan Hukum Islam Tentang Kontes Ratu Kecantikan.

  1. Al Qur’an.

Saat ini, kontes ratu kecantikan dipandang sebagai sesuatu yang lumrah oleh banyak orang. Terlebih lagi, beberapa waktu lalu Indonesia yang notabene sering mengadakan lomba pemilihan ratu-ratu cantik, juga baru saja menyelenggarakan kontes miss universe. Hal ini tentu saja menuai banyak pro dan kontra dari kalangan msayarakat. Pro karena memang berarti Indonesia sudah cukup diterima oleh dunia, kontra karena Indonesia yang dikenal sebagai negri muslim terbanyak dijagad raya ini rupanya malah menerima kontes-kontes demikian.

Bila ditinjau dari pakaian, kostum bahkan dandanannya, maka kontes kecantikan tersebut sudah barang tentu sangat dilarang dalam islam. Hal ini sudah termaktub 1400 tahun yang lalu di dalam al-qur’an surat an-nur yang berarti:

 Katakanlah kepada wanita yang beriman: “Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari padanya. dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung kedadanya, dan janganlah menampakkan perhiasannya kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putera-putera mereka, atau putera-putera suami mereka, atau Saudara-saudara laki-laki mereka, atau putera-putera saudara lelaki mereka, atau putera-putera saudara perempuan mereka, atau wanita-wanita islam, atau budak- budak yang mereka miliki, atau pelayan-pelayan laki-laki yang tidak mempunyai keinginan (terhadap wanita) atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat wanita. dan janganlah mereka memukulkan kakinyua agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan. dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah, Hai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung.

Ayat diatas dengan jelas menyebutkan tentang pakaian wanita dan kepada siapa saja yang boleh diperlihatkan perhiasannya itu. Selain itu juga dijelaskan bagaimana harus berpakaian, Allah berfrman:

Hai nabi, Katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang mukmin: “Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka”. yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, Karena itu mereka tidak di ganggu. dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. Jilbab ialah sejenis baju kurung yang lapang yang dapat menutup kepala, muka dan dada.

 

  1. b. Fatwa MUI dan KUHP

Berdasarkan fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang ditetapkan dalam keputusan fatwa komisi fatwa MUI nomor 287 tahun 2001 tentang pornografi dan pornoaksi.[1]Dan menurut Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP), misalnya pasal 532 (3) dan pasal 533 (1,2,3,4,5) maka dipidana kurungan selama-lamaya dua bulan atau denda uang[2].

B. Uraian Tentang Kontes Ratu Kecantikan.

  1. Pengertian

Menurut etimologi, kontes diartikan dengan pertandingan kecantikan, ratu ialah raja perempuan, dan kecantikan ialah keelokan. Maka kontes ratu kecantikan mempunyai makna bahwa pertandingan perempuan-perempuan cantik yang kemudian diidentikkan sebagai ratu.

 

  1. Hukum

Pagelaran kontes kontes ratu kecantikan bagi kaum perempuan dibolehkan oleh syari’ah Islam bila pelaksanaanya sesuai dengan tuntunannya. Dibolehkan ini dimaksudkan karena mereka pantas melakukan pagelaran. Namun dibalik kebolehan melakukan pagelaran itu, Islam melarang pelaksanaan kontes ratu kecantikan, jika dilakukan menyimpang dari tuntunan syari’ahnya.

Jika dilihat dari penampilan maka itu jelas menyimpang, karena mereka hanya menggunakan bikini, pakaian setengah telanjang, dan super minim bahan. Pelarangan ini bukan pada kontesnya, melainkan pada modelnya yang mungkin dapat dikatakan bahwa sebagian besar aurat mereka terbuka. Dan mempertontonkannya baik secara perorangan apalagi dihadapan publik. Rosulullah SAW bersabda:

dari Abi Hurairah ra. Rasulullah SAW. Bersabda bahwa laki-laki tidak melihat aurat laki-laki, dan perempuan tidak boleh melihat aurat perempuan (HR. Muslim).”

Menurut madhab Maliki, aurat perempuan adalah seluruh tubuh kecuali wajah dan telapak tangan. Dan menurut madhab Syafi’i dan Hambali bahwa wajah dan kedua telapak tangan bagian dari aurat, karena wajah merupkan alat ukur ketampanan seorang perempuan, pemikat dan merupkan sumbar fitnah apabila tidak dijaga. Dan bila dilihat dari dampaknya, kegiatan ini mengundang fitnah dan membangkitkan nafsu birahi.

Dilihat dari segi kedudukannya, kontes ratu kecantikan adalah suatu aktifitas yang secara jelas tidak ditemukan dalil yang melarangnya, tetapi cara dan penampilannya dalam kontes tersebut diperhadapkan dengan hukum syari’ah. Kenyataanya implikasi dari kontes harapannya untuk meraih penghargaan yang tertinggi sehingga segala cara dilakukan.

Mengenai kontes ratu kecantikan ini, akan kita lihat dari sudut pandang islam. Untuk mengetahui kecantikan seseorang wanita, dibenarkan oleh islam. Namun ada tujuannya, yaitu untuk memilih calon istri. Karena wanita itu dinikahi karena empat hal, yaitu karena hartanya, keturunannya, kecantikannya, dan karena agamanya. Dapat dimaknai bahwa wanita boleh dilihat dan memperlihatkan diri, apabila ada pria yang ingin melihatnya untuk dijadikan isteri, dengan pengharapan perkawinannya nanti akan langgeng, tidak putus di tengah jalan. Namun anggota badan tertantu saja yang dapat dilihat, yakni telapak tangan dan muka.

Kemudian bagaimana pula penampilan wanita itu? Jawabannya adalah berpakaian sopan dan menutup aurat. Mode pakaian tidak dipersoalkan, asal saja mode itu sudah berlaku umum untuk wanita dan masih dalam ketentuan agama. Kenyataannya, memang tidak sama antara satu daerah dengan daerah lainnya, dan satu negara dengan negara lainnya. Pakaian tipis jelas tidak dibenarkan, walaupun lahiriah menutup aurat dan termasuk juga pakaian ketat, yang kelihatan bentuk (lekuk) tubuh nyata.

Sehubungan dengan kontes ratu kecantikan yang menjadi topik tulisan ini, dikemukakan beberapa pertanyaan:

  1. Apa tujuan diadakan pemilihan ratu kecantikan?
  2. Bagaimana penampilannya?

Kalau pemilihan ratu kecantikan dikaitkan dengan agama maka kelihatannya tidak ada yang menyentuh, apalagi membawa misi agama. Masalah kontes Ratu kecantikan, sebenarnya beberapa tahunpun sempat dipersoalkan. Ada yang setuju dan ada yang tidak setuju pada saat itu, tidak dikaitkan dengan agama, tetapi dilihat dari segi bangsa pantas atau tidak memamerkan anggota tubuh di depan khalayak ramai. Mungkin timbul ide (pemikiran) karena ikut-ikutan kepada dunia luar, yang mengadakan pemilihan Ratu Kecantikan itu.

Tujuannya pasti ada, tetapi tidak sesuai dengan kehendak agama, maka hal itu pun bertentangan dengan firman Allah dan sabda Rosul.[3]

Sebenarnya kalau kita bicarakan tentang penampilan berpakaian bagi wanita maka sama saja hukumnya pada waktu kontes dan bagi wanita kehidupan sehari-hari. Bedanya, pada waktu kontes bersifat khusus dan kecantikannya itu dinilai oleh dewan juri dengan persyaratan-persyaratan yang telah disepakati bersama. Bagi ummat Islam yang menjadikan tolak ukurnya adalah Al-Quran dan sunnah Rosul, tidak ada pilihan lain, seperti ukuran pinggang, dada dan sebagainya.

Jadi dapat dikatakan bahwa kontes ratu kecantikan dalam islam yang sekarang ini terjadi tidak boleh. Karena bukan ukuran bentuk tubuh, tinggi badan, berat badan, ukuran bagian-bagian tubuh, akan islam menjadikan hal yang sudah tertuliskan dalam Al-Quran dan Sunnah Rosul sebagai tolak ukurnya. Bisa diidentifikasi sendiri, dipilah sendiri mana yang sesuai dan tidak. Realita sekarang ini dalam kontes ratu kecantikan adalah sesuatu yang perlu kita koreksi. Kefulgaran kontestan dan kriterian penilainya bila dipandang dalam islam tidak dibenarkan.

  1. Dampak dari masalah ini terhadap pria dan wanita.

Tentu ada dampak dari masalah ini, baik secara langsung maupun tidak, baik sedikit atau banyak. Kegiatan ini mengandung fitnah atau membangkitkan nafsu birahi dan yang menjadi sasaran, belum tentu wanita yang kontes Ratu Kecantikan itu, tetapi mungkin juga wanita-wanita lain yang dipandang cantik oleh orang yang memandangnya. Sebaiknya dalam persoalan ini, kita berpegangan kaidah hukum islam, sehingga tidak terjadi pelanggaran hukum agama islam.[4]

  1. Pandangan Islam tentang Aurat Wanita

Para ulama telah sepakat bahwa seorang wanita wajib menutup seluruh auratnya.Hanya saja, seberapa jauh batasan aurat wanita itu?

Para ulama dalam hal ini berbeda pendapat.Sebagian ulama berpendapat bahwa seluruh tubuh wanita adalah aurat.Oleh karena itu, wanita wajib menutup seluruh tubuhnya termasuk wajib menutup muka dan kedua telapak tangannya.Bagi yang berpendapat seluruh tubuh wanita adalah aurat, mereka kemudian mewajibkan wanita untuk bercadar dan memakai sarung tangan.

Sedangkan menurut pendapat lainnya, bahwa seluruh tubuh wanita aurat kecuali muka dan telapak tangan.Oleh karenanya, kelompok ini berpendapat, bahwa wanita harus menutup seluruh tubuhnya, kecuali menutup muka dan telapak tangan.Artinya, untuk muka dan telapak tangan boleh tidak ditutup karena tidak termasuk aurat. Kalaupun wanita tersebut hendak menutup muka dan kedua telapak tangannya, maka hukumnya hanyalah sunnah saja, bukan wajib.

Begitu ketatnya aurat bagi kaum wanita, tidak lain adalah untuk menjaga kemasalahatan umat Islam sendiri, baik wanita itu sendiri, maupun laki-laki, firman Allah Swt yang artinya:

Wahai Nabi, katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu dan istri-istri orang mukmin: “Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya (jilbab adalah sejenis baju kurung yang lapang yang dapat menutupkepala, muka dan dada).ke seluruh tubuh mereka”. Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak diganggu.Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (Q.S. Al-Ahzab (33) : 59)

 

  Pada masa kini, dengan berbagai mode pakaian yang ada, hendaknya kaum muslimat maupun muslimin memilih mode yang tidak menampakkan aurat, yakni mode yang Islami. Sebab Rosulullah  Saw. telah mengisyaratkan tentang pakaian yang dilarang. ”Pada akhir umatku nanti akan ada beberapa orang laki-laki yang manaiki pelana, mereka singgah di beberapa pintu masjid, dan wanita-wanita yang berpakaian tetapi telanjang, di atas mereka terdapat sesuatu seperti punuk unta yang miring. Terlaknatlah mereka, karena mereka semua dilaknat”

  Terhadap kebiasaan Barat (non-muslim) yang menjadi trend saat ini, kita harus bisa mensikapinya dengan selektif dan filter syari’at yang ketat, sebab masa neo-jahiliyyah telah mengindikasikan kebangkitannya : “Janganlah kalian berhias dan bertingkah laku seperti orang jahiliyah dahulu”

 

Dari seluruh penjelasan yang sudah tersebut di atas, maka sejatinya kontes ratu kecantikan yang saat ini sering digelar di muka public adalah merukan hal yang dilarang dalam islam. Karena sekalipun selama ini mereka mengatakan bahwa intelektuallah yang paling menentukna kemenangan, namun tetap saja penampilan mereka sangat diperhatikan hingga harus memperlihatkan hampir keseluruhan kesempurnaan tubuh mereka. Dan sudah dijelaskan dimuka tadi, bahwa kontes demikin diperbolehkan selama tidak menyimpang dari syariah islam.

Jadi dapat dikatakan bahwa kontes ratu kecantikan dalam islam yang sekarang ini terjadi tidak boleh. Karena bukan ukuran bentuk tubuh, tinggi badan, berat badan, ukuran bagian-bagian tubuh, akan islam menjadikan hal yang sudah tertuliskan dalam Al-Quran dan Sunnah Rosul sebagai tolak ukurnya. Bisa diidentifikasi sendiri, dipilah sendiri mana yang sesuai dan tidak. Realita sekarang ini dalam kontes ratu kecantikan adalah sesuatu yang perlu kita koreksi. Kefulgaran kontestan dan kriterian penilainya bila dipandang dalam islam tidak dibenarkan.

Dampak dari masalah ini, baik secara langsung maupun tidak, baik sedikit atau banyak. Kegiatan ini mengandung fitnah atau membangkitkan nafsu birahi dan yang menjadi sasaran, belum tentu wanita yang kontes Ratu Kecantikan itu, tetapi mungkin juga wanita-wanita lain yang dipandang cantik oleh orang yang memandangnya.

Ada beberapa pandangan tentang menutup aurat bagi kaum wanita, tetapi pada dasarnya hal tersebut sama.Dalam Al-Qur’an disebutkan bahwa aurat wanita yaitu seluruh tubuh kecuali muka dan telapak tangan. Adapun yang menghendaki untuk menutup seluruh tubuhnya, misal dengan memakai cadar itu hanya bersifat Sunnah.

 

 

DAFTAR PUSTAKA

 

Fatwa Majelis Ulama Indonesia Tentang Pornografi dan Pornoaksi. Jakarta: Lembaga Informasi nasional. 2003.

 

Hasan, M. Ali. 1995. Masail Fiqhyah Al- Haditsah. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada

Jamil, Muhammad & laonso, Hamid. Hukum Islam Alternatif. Jakarta: Restu Ilahi.

 

  1. Sugandhi, SH. 1980. KUHP. Surabaya: Usaha Nasional.

 

http://supraptiwulaningsih.blogspot.com/2012/12/v-behaviorurldefaultvmlo_18.html

 

[1] Fatwa MUI Tentang Pornografi dan Pornoaksi. Jakarta: Lembaga Informasi Nasional. 2003

[2]  R. Sugandhi, SH. KUHP dan penjelasannya. Surabaya: Usaha Nasionl. 1980. hal 539-540.

 

[3]  M. Ali Hasan. Masail Fiqhiyah Al- Haditsah. 1995. Hlm 173

 

[4]   M. Ali Hasan. Masail Fiqhiyah Al- Haditsah. 1995. Hlm 174

 

 

Pendidikan Islam

Tujuan hidup seorang muslim tidak lain hanya untuk mengabdi pada Allah, yang wujudnya bisa direalisasikan dengan beramal shalih. Beriman dan beramal shalih merupakan dua wujud yang saling melengkapi antara satu dengan yang lain, sekaligus aspek kepribadian yang dicita-citakan dalam pendidikan islam. Sedang hakikat tujuan terbentuknya pendidikan dalam islam adalah terbentuknya insan yang berjiwa religious, berbudaya dan berkemampuan ilmiah, atau disebut dengan insan kamil.
Untuk mengaktulisasikan tujuan itu, pendidik memiliki tanggung jawab penuh dalam mengarahkan peserta didiknya pada tujuan itu. Keberadaan pendidik sangatlah penting dalam dunia pendidikan. Dia tidak hanya sosok yang memindahkan isi kepala kepada orang lain saja, tapi di saat yang sama, dia juga dituntut untuk menginternalisasikan nilai-nilai kepada peserta didik.

A. Pengertian Pendidik
Kata pendidik berasal dari kata didik, yang berarti memelihara, merawat, dan memberi latihan, agar seseorang memiliki ilmu pengetahuan yang diharapkan.
Menurut Ahmad Tafsir, pendidik adalah orang yang bertanggun jawab terhadap berlangsungnya proses pertumbuhan dan perkembangan potensi anak didik, baik potensi kognitif maupun psikomotoriknya; menurut Imam Barnadib, pendidikan adalah tiap orang yang dengan sengaja mempengaruhi orang lain untuk mencapai kedewasaan. Pendidik terdiri dari orang tua dan orang dewasa lainnya yang bertanggung jawab akan kedewasaan anak.
Secara umum, istilah pendidikan dikenal guru. Hadari Nawawi mengatakan bahwa guru adalah orang yang mengajar atau memberikan pelajaran di sekolah atau di kelas. Wa bil khusus, guru adalah orang yang bertanggung jawab dalam membantu anak untuk mencapai kedewasaan masing-masing. Guru bukan hanya sosok yang mengajar di depan kelas hanya untuk menyampaikan materi semata, tapi juga anggota masyarakat yang aktif, berjiwa besar  dan kreatif dalam mengarahkan perkembangan anak didiknya untuk menjadi orang dewasa sebagai anggota masyarakat.
Dari beberapa definisi di atas, dapat diketahui bahwa guru adalah tonggak utama dalam pendidikan, yang bertanggung jawab terhadap upaya pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani peserta didik agar mampu melaksanakan tugas-tugasnya sebagai khalifah fil ardhy, yang berdasarkan al-qur’an dan sunnah. Sehingga dalam konteks ini, pendidik tidak hanya sebagai makhluk yang bertugas di sekolah saja, tetapi semua orang yang terlibat alam proses pendidikan anak dari semenjak dia di dalam kandungan, hingga dewasa, bahkan hingga meninggal dunia.

Di dalam islam, pendidik biasa disebut dengan istilah murabbi, muallim, muaddib, mudarris, muzakki, dan ustad. Berikut ini penjelasan masing-masing.

1.Murabbi
Istilah murabbi berasal dari wazan fa’il yang berakar dari tiga kata. Yang pertama berasal dari kata raba yarbu yang berarti bertambah dan tumbuh. Kedua berasal dari kata rabiya yarba yang berarti tumbuh (nasya’a). ketiga, berasal dari kata rabba yarubbu yang berarti memperbaiki, menguasai, memimpin, menjaga dan memelihara.

Dalam surat al-isra’ ayat 24 disebutkan firman Allah yang artinya , “ Dan ucapkanlah wahai tuhanku, sayangilah mereka berdua sebagaimana mereka berdua menyayangiku semenjak kecil.”

Dalam bentuk kata benda, rabba berarti tuhan. Hal itu terjadi lantaran Tuhan juga bersifat mendidik, memelihara, mengasuh dan bahkan menciptakan.
Oleh karena itu, istilah murabbi sebagai pendidik memiliki arti yang sangat luas. Yaitu: (1) Mendidik peserta didik agar kemampuannya terus meningkat;(2) Memberikan bantuan pada peserta didik untuk mengembangkan potensinya. (3) meningkatkan kemampuan peserta didik dari keadaan yang kurang dewasa menjadi dewasa dalam pola pikir, wawasan, dan lainnya; (4)menghimpun semua komponen yang pendidikan yang dapat mensukseskan pendidikan (5) mememobilisasi pertumbuhan dan perkembangan anak;(6) bertanggung jawab terhadap proses pendidikan anak; (7) memperbaiki sikap dan tingkah laku anak dari yang tidak baik menjadi baik; (8) rasa kasih sayang mengasuh anak sebagaimana rasa kasih sayang orang tua mengasuh anak-anaknya (9) pendidik memiliki wewenang, kehormatan, kekuasaan, terhadap pengembangan kepribadian anak; (10) pendidik merupakan orang tua kedua setelah orang tuanya di rumah yang berhak atas perkembangan dan pertumbuhan anak.

2.mu’allim.

Mu’allim berasal dari fi’il madhi ‘allam yua’llimu yang berarti mengajar. Kata Mu’allim memiliki arti pengajar. Istilah Mu’llim sebagai pendidik dalam hadits Rasulullah adalah kata yang paling umum dan banyak ditemui.
Allah berfirman dalam surat al-Baqarah:251
Artinya: Sebagaimana ( kami telah menyempurnakan nikmat kepadamu) kami telah mengutus kepada kalian Rasul di antara kalian, yang dia membacakan ayat-ayat kami kepada kalian dan mensucikan kalian dan mengajarkan kepada kalian apa yang belum kalian ketahui.

Berdasar ayat di atas, maka Mu’allim adalah orang yang mampu untuk merekonstruksi bangunan ilmu secara sistematis dalam pemikiran peserta didik dalam bentuk ide, wawasan, kecakapan, dan sebagainya yang ada kaitannya dengan hakekat sesuatu. Mu’allim adalah orang yang memiliki kemampuan unggul dibandingkan dengan pesesrta didik yang dengan kemampuan lebihnya itu dia dipercaya untuk mengantarkan peserta didik ke arah kesempurnaan dan kemandirian.

3. Muaddib
Adalah ism fa’il yang asal fa’il-nya adalah adaba yang berarti mendidik. Sedang Muaddib adalah pendidik. Secara bahasa, mu’aadib merupakan masdhar dari kata addaba yang berarti memberi adab, mendidik. Adab dalam kehidupan sehari-hari sering diartikan dengan tata krama, sopan santun, akhlak, budi pekerti. Anak yang beradab biasanya dipahami sebagai anak yang sopan yang mempunyai tingkah laku yang terpuji.
Dalam kitab-kitab hadits dan kitab lainnya, pengertian adab adalah etika atau tata cara yang baik dalam melakukan suatu kegiatan atau pekerjaan seseuai dengan tuntutnan al-qur’an dan hadits. Adab-adab tertentu itu seperti misalnya, adab membri salam, minta izin untuk masuk ke sebuah ruamh, adab berjabatan tangan dan berpelukan, adab hendak tidur, bangun tidur, duduk, berbaring dan yang lainnya.

Menurut Al-Ghazali, adab adalah melatih diri dan batin untuk menvapai kesucian menjadi sufi. Adab itu menurutnya ada dua tingkatan, yaitu (1) adab al-khidmat yang berarti fana dari memandang ibadahnya dan memandang ibadah yang diperbuatnya hanya semata izin dan anugerah dari Allah;(2)  adab ahli hadarat al-uluhiyyah bagi ahli al-qurb (orang-orang yang dekat dengan Allah) yaitu adab mereka mengikuti Rasulullah secara lahir dan batin.

Dalam kitab Minhajul muslim, Abu Bakar Al-Jazari menyebutkan ada 14 adab muslim terhadap Tuhan, Nabi Muhammad SAW, adab sesama manusia, dan dirinya sendiri. Adab tersebut adalah; (1)adab berniat (2) adab terhadap Tuhan; (3) adab terhadap al-Qur’an; (4) Adab terhadap Rasulullah; (5) adab terhadap diri sendiri berupa tobat, muraqabah, muhasabah, mujahadah; (6)adab terhadap sesama makhluk yang terdiri dari orang tua, anak, saudara, suami-istri, karib-kerabat, tetangga, sesama muslim, dan adab terhadap sesama muslim. (7) adab persaudaraan karena Allah, dan benci karena Allah; (8) adab duduk dan mendatangi majlis ilmu; (9) adab bertamu; (10) adab safar (11) adab berpakaian (12) adab tidur.
Berdasar tinjauan etimologi di atas, maka secara terminology mu’addib adalah seorang pendidik yang berutgas untuk menciptakan suasana belajar yang dapat menggerakkan peserta didik untuk berperilaku atau beradab sesuai dengan norma-norma tata susila dan sopan santun yang berlaku di masyarakat.

4.Mudarris
Secara terminology, mudarris berasal dari bahasa arab yang bershighat ism fa’il dari fi’il madhi darrasa yang berarti mengajar. Sedang mudarris berarti guru. Secara terminology, mudarris adalah irang yang memiliki kepekaan intelektual dan informasi, serta memperbarui pengetahuan dan keahliannya secara berkelanjutan, dan berusaha mencerdaskan peserta didiknya, memberantas kebodohan mereka, serta melatih keterampilan sesuai dengan bakat, minat, dan kemampaunnya.
Berdasarkan pengertian di atas, mudarris adalah orang yang mengajarkan ilmu kepada orang lain dengan metode-metode tertentu dalam uapaya membangkitkan usaha peserta didik agar sadar dalam upaya meningkatkan potensinya. Dalam bahasa yang lebih ringkas, mudarris adalah orang yang dipercayakan sebagai guru dalam upaya membelajarkan peserta didik.

Metodologi tafsir tahliliy, ijmaliy,muqorrin,maudhu’i dan contohnya

METODOLOGI TAFSIR

Makalah ini disusun guna memenuhi tugas Tafsir Pendidikan
dibawah ampuan dosen : DR. Amir Mahmud

Disusun Oleh
Fauziah Af’idati (X.03/14.15/T/02.10061)

SEKOLAH TINGGI MAMBAUL ‘ULUM
SURAKARTA
TAHUN 2015/2016

BAB I
PENDAHULUAN

A.Latar Belakang
Allah berfirman dalam ayatnya:
كِتَابٌ أَنْزَلْنَاهُ إِلَيْكَ مُبَارَكٌ لِيَدَّبَّرُوا آيَاتِهِ وَلِيَتَذَكَّرَ أُولُو الْأَلْبَابِ [ص : 29]
“  Ini adalah sebuah Kitab yang kami turunkan kepadamu penuh dengan berkah supaya mereka memperhatikan ayat-ayatNya dan supaya mendapat pelajaran orang-orang yang mempunyai fikiran.” ( Shad (38):29).
أفَلَا يَتَدَبَّرُونَ الْقُرْآنَ أَمْ عَلَى قُلُوبٍ أَقْفَالُهَا  [محمد : 24]
“Maka apakah mereka tidak memperhatikan Al Quran ataukah hati mereka terkunci?” (Muhammad (47) : 21)
Pada ayat yang pertama di atas, dijelaskan bahwa hikmah diturunkannya al-Qur’an adalah agar manusia mentadaburi ayat-ayat yang ada di dalamnya. Sedang pada ayat kedua, Allah mencela orang-orang yang tidak mau mentadaburi al-Qur’an. Padahal di sisi lain, seseorang tidak bisa mentadaburi al-Qur’an tanpa mengetahui maksud-maksud dari lafadz-lafadz al-Qur’an. Dari hal itu, jelas bahwa penafsiran al-qur’an sangat penting bagi kita.
Hingga saat ini, ada 4 metode penafsiran yang dilakukan oleh Para mufassir, agar penafsiran yang dilakukan lebih terarah, sistematis dan tidak menyimpang dari tujuan awalnya atau bahkan tidak melakukan penafsiran yang menyesatkan banyak manusia.

B.Rumusan Masalah
1.Apa yang dimaksud metodologi penafsiran?
2.Apa saja metode-metode penafsiran dalam al-Qura’an?
3.Bagaimana cirri-ciri metode-metode tafsir tersebut?

C.Tujuan
Untuk mengetahui pengertian metodologi penafsiran.
Untuk memahami macam-macam metode penafsiran.
Untuk memahami sifat dan cirri-ciri dari metode penafsiran.

BAB II
PEMBAHASAN

A.Pengertian Metodologi Tafsir
Metodologi merupakan terjemahan dari bahasa Inggris, methodology, yang awalnya berasal dari bahasa methodos yang berarti cara atau jalan dan logos yang berarti pengetahuan. Dengan demikian metodologi merupakan wacana tentang cara melakukan sesuatu. Dalam bahasa Arab,  metodologi diterjemahkan dengan manhaaj atau minhaaj (Q.S. al-Maidah (5) : 48) yang berarti jalan terang. Adapun dalam bahasa Indonesia, metodologi diartikan dengan “ilmu atau uraian tentang  metode”. Sedangkan metode sendiri berarti “cara yang teratur dan terpikir baik-baik untuk mencapai maksud (dalam ilmu pengetahuan dan sebagainya); cara kerja yang bersistem untuk memudahkan pelaksanaan suatu kegiatan guna mencapai suatu yang ditentukan”. Menurut Robert Bogdan dan Steven J. Taylor, dalam pengertian luas, metodologi merujuk pada arti proses, prinsip dan prosedur yang diikuti dalam mendekati persoalan dan menemukan jawabannya.
Tafsir secara bahasa berasal dari kata bahasa arab, fassara-yufassiru-tafsiiran, yang berarti penjelasan, pemahaman, dan perincian. Bisa juga berarti al-idhahah wa at-tabyin yaitu penjelasan dan keterangan. Pendapat lain mengatakan bahwa kata tafsir adalah bentuk mashdar kata taf’il, yang diambil dari kata al fasr, yang berarti al-ibaanah (menjelaskan), al-kasyfu (menyingkap) dan al-idzhaaru (menampakkan) al-ma’na al-ma’quul (ma’na yang logis).
Sedang pengertian tafsir banyak dikemukakan oleh para pakar dengan banyak pengertian, namun tetap memiliki makna yang sama dan saling melengkapi. Abu Hayyaan mengatakan bahwa tafsir ialah Ilmu yang membahas tentang cara pengucapan lafadz-lafadz al-quran dan pengertian-pengertian yang ditujukan olehnya, hukum-hukumnya yang tunggal dan bergandeng dengan yang lain, makna-makna yang berkaitan dengan kondisi struktur kalimat dan hal lain yang menyempurnakannya.
    Al-Imam Az Zarqani mengatakan bahwa tafsir adalah ilmu yang membahas kandungan Al-qur’an baik dari segi pemahaman ma’na atau arti sesuai dikehendaki Allah, menurut kadar kesanggupan manusia. Az-Zarkasyi mengatakan bahwa tafsir adalah ilmu yang fungsinya untuk mengetahui kandungan kitabullah (Al qur’an) yang diturunkan kepada Nabi Muhammad, dengan cara mengambil penjelasan maknanya, hukum serta hikmah yang terkandung didalamnya. Adapun menurut istilah tafsir menurut al-‘Utsaimin adalah penjelasan makna-makna al-Qur’an.
   Dengan demikian secara singkat dapat diambil suatu pengertian bahwa yang dimaksud dengan metodologi tafsir adalah suatu prosedur sistematis yang diikuti dalam upaya memahami dan menjelaskan maksud kandungan al-Quran.
B.METODE PENAFSIRAN AL-QURAN
Ada empat macam metode penafsiran dalam al-Quran, antara lain:
Metode Tahlili (Analitis)
Pengertian metode tahlili
Kata tahlili adalah bentuk masdar dari kata hallala-yuhallilu-tahliilan, yang berasal dari kata halla-yahullu-halln yang berarti membuka sesuatu. Tidak ada sesuatu pun yang tertutup darinya. Itu berarti dapat difahami bahwa kata tahlil adalah membuka sesuatu yang tertutup atau yang terikat dan mengikat sesuatu yang berserakan agar tidak terlepas atau tercecer.

Definisi penafsiran tahlili adalah metode penafsiran al-Quran yang dilakukan dengan cara menjelaskan ayat-ayat al-Quran dalam berbagai aspek, serta menjelaskan maksud yang terkandung di dalamnya sehingga kegiatan mufassir hanya menjelaskan ayat demi ayat, surat demi surat, makna lafal tertentu, susunan kalimat, persesuaian kalimat satu dengan kalimat lain, asbabun nuzul, nasikh mansukh,  yang berkenaan dengan ayat yang ditafsirkan.

Sistematika metode analitis biasanya diawali dengan mengemukakan korelasi (munasabah) baik antar ayat maupun surat, menjelaskan latar belakang turunnya surat (asbabun nuzul nya), menganalisis kosa kata dan lafadz dalam konteks bahasa Arab, menyajikan kandungan ayat secara global, menjelaskan hukum yang dapat dipetik dari ayat, lalu menerangkan ma’na dan tujuan syara’ yang terkandung dalam ayat. Untuk corak tafsir ilmu dan sosial kemasyarakatan, biasanya penulis memperkuat argumentasinya dengan mengutip pendapat para ilmuwan dan teori ilmiah kontemporer.

Para ulama’ membagi wujud tafsir dengan metode tahlili dengan 7 macam tafsir, yaitu  at-Tafsir bi al-Ma’tsuur, at-Tafsir bi ar-Ra’yi, at-Tafsir ash-Shuufiy, at-Tafsir al-Fiqhiy, at-Tafsir al-Falsafiy, at-Tafsir al-‘Ilmiy, dan at-Tafsir al-Adabiy al-Ijtimaa’iy. Ada juga yang membagi dari segi praktiknya menjadi dua bentuk, yaitu Ma’tsûr dan Ra’yi, sedangkan penyajian karya tafsirnya meliputi bahasa, hukum, ilmu pengetahuan, mistik, filsafat dan sastra sosial kemasyarakatan.
Contoh metode tahlili
قُلْ أَعُوذُ بِرَبِّ النَّاسِ (1) مَلِكِ النَّاسِ (2) إِلَهِ النَّاسِ (3)

عفان، عن وُهَيب (1) عن هشام، به (2) .
ورواه الإمام أحمد أيضًا عن إبراهيم بن خالد، عن رباح، عن مَعْمَر، عن هشَام، عن أبيه، عن عائشة قالت: لبث رسول الله صلى الله عليه وسلم ستة أشهر يُرى أنه يأتي ولا يأتي، فأتاه ملكان، فجلس أحدهما عند رأسه، والآخر عند رجليه، فقال أحدهما للآخر: ما باله؟ قال: مطبوب. قال: ومن طبه؟ قال: لبيد بن الأعصم، وذكر تمام الحديث (3) .
وقال الأستاذ المفسر الثعلبي في تفسيره: قال ابن عباس وعائشة، رضي الله عنهما: كان غلام من اليهود يخدم رسول الله صلى الله عليه وسلم فدبَّت إليه اليهود، فلم يزالوا به حتى أخذ مُشَاطة رأس النبي صلى الله عليه وسلم وعدة أسنان من مُشطه، فأعطاها اليهود، فسحروه فيها. وكان الذي تولى ذلك رجل منهم -يقال له: [لبيد] (4) بن أعصم-ثم دسها في بئر لبني زُرَيق، ويقال لها: ذَرْوان، فمرض رسول الله صلى الله عليه وسلم وانتثر شعر رأسه، ولبث ستة أشهر يُرَى أنه يأتي النساء ولا يأتيهن، وجعل يَذُوب ولا يدري ما عراه. فبينما هو نائم إذ أتاه ملكان فَقَعَد أحدهما عند رأسه والآخر عند رجليه، فقال الذي عند رجليه للذي عند رأسه: ما بال الرجل؟ قال: طُبَ. قال: وما طُبَ؟ قال: سحر. قال: ومن سحره؟ قال: لبيد بن أعصم اليهودي. قال: وبم طَبَه؟ قال: بمشط ومشاطة. قال: وأين هو؟ قال: في جُفَ طلعة تحت راعوفة في بئر ذَرْوَان -والجف: قشر الطلع، والراعوفة: حجر في أسفل البئر ناتئ يقوم عليه الماتح -فانتبه رسول الله صلى الله عليه وسلم مذعورًا، وقال: “يا عائشة، أما شعرت أن الله أخبرني بدائي؟ “. ثم بعث رسول الله صلى الله عليه وسلم عليا والزبير وعمار بن ياسر، فنزحوا ماء البئر كأنه نُقاعة الحناء، ثم رفعوا الصخرة، وأخرجوا الجف، فإذا فيه مشاطة رأسه وأسنان من مشطه، وإذا فيه وتر معقود، فيه اثنتا عشرة (5) عقدة مغروزة بالإبر. فأنزل الله تعالى السورتين، فجعل كلما قرأ آية انحلت عقدة، ووجد رسول الله صلى الله عليه وسلم خفة حين انحلت العقدة الأخيرة، فقام كأنما نَشطَ من عقال، وجعل جبريل، عليه السلام، يقول: باسم الله أرْقِيك، من كل شيء يؤذيك، من حاسد وعين الله يشفيك. فقالوا: يا رسول الله، أفلا نأخذ الخبيث نقتله؟ فقال رسول الله صلى الله عليه وسلم: “أما أنا فقد شفاني الله، وأكره أن يثير على الناس شرًا” (6) .
هكذا أورده بلا إسناد، وفيه غرابة، وفي بعضه نكارة شديدة، ولبعضه شواهد مما تقدم، والله أعلم
Dalam surat An-Nas yang diambil dari di atas, kita bisa menemukan beberapa cirri-ciri tafsir talili. Yaitu:
1.Menggunakan model penafsiran bil ma’tsur, yaitu penafsiran dengan cara riwayah bi ar-riwayah. Al-Qur’an dengan hadits.
2.Sabab nuzul yang diterangkan bahwa Rasulullah sakit yang disebabkan karena mendapat serangan sihir dari seorang yahudi yang bernama Labid bin Al-A’shom.
C..Model metode tafsir tahlili
Ada beberapa model penafsiran, antara lain:
1.Menerangkan makki dan madani di awal surat
2.Menerangkan asbabun nuzul, jika ada
3.Menerangkan arti (kosa kata), termasuk kajian bahasa yang mencakup I’rab dan balaghah
4.Menerangkan unsur-unsur fasahah,bayan,dan I’jaz-nya.
5.Memaparkan kandungan ayat secara umum, dan maksudnya.
6.Menjelaskan hukum yang dapat digali dari ayat yang dibahas.

D.Ciri-ciri metode tafsir tahlili
cirri-ciri tafsir tahlili adalah:
1.Mufassir menafsirkan ayat demi ayat dan surat demi surat secara berurutan sesuai dengan urutannya dalam mushaf
2.Seorang mufassir berusaha menjelaskan makna yang terkandung di dalam ayat-ayat al-qur’an secara komprehensif dan menyeluruh, baik dari segi I’rab, asbabun nuzul dan yang lainnya.
3.Dalam penafsirannya, seorang mufassir menafsirkan ayat-ayat baik melalui pendekatan bil-ma’sur maupun bir ra’yi.

B.Metode Ijmali (Global)
a.Pengertian metode ijmali
Metode penafsiran ini dilakukan dengan cara menjelaskan maksud al-Qur’an secara global, tidak terperinci seperti tafsir tahlili. Para pakar menganggap bahwa metode ini merupakan metode yang pertama kali hadir dalam sejarah perkembangan metodologi tafsir, karena didasarkan pada kenyataan bahwa era awal mula Islam, metode inilah yang dipakai dalam memahami dan menafsirkan al-Quran. Ini terjadi lantaran para sahabat saat itu adalah orang-orang Arab yang ahli dalam bahasa Arab dan mengetahui dengan baik latar belakang asbabun nuzul ayat, bahkan menyaksikan serta terlibat langsung dalam situasi dan kondisi umat Islam ketika ayat-ayat al-Quran turun. Selain itu sahabat juga tidak memerlukan penjelasan yang rinci dari Nabi, tetapi cukup dengan isyarat dan uraian sederhana.

Langkah yang dilakukan para mufassir dalam menafsirkan al-qur’an dengan metode ini adalah membahas ayat demi ayat sesuai dengan urutan yang ada pada mushaf, lalu mengemukakan arti yang dimaksud ayat-ayat tersebut dengan global. Makna yang diutarakan biasanya diletakkan di dalam rangkaian ayat atau menurut pola-pola yang diakui jumhur ulama’ dan mudah difaham semua orang. Adapun bahasa, diupayakan lafadznya mirip bahkan sama dengan lafadz yang digunakan al-Quran, sehingga pembaca bisa merasakan bahwa uraian tafsirnya tidak jauh berbeda dari gaya bahasa al-Quran dan terkesan bahwa hal itu benar-benar mempresentasikan pesan al-Quran.

b.Contoh penafsiran metode ijmali
قُلْ أَعُوذُ بِرَبِّ النَّاسِ (1)
{ قُلْ أَعُوذُ بِرَبِّ الناس } خالقهم ومالكهم خُصُّو بالذكر تشريفاً لهم ومناسبة للاستفادة من شر الموسوس في صدورهم . مَلِكِ النَّاسِ (2)
{ مَلِكِ الناس } .
Dalam penafsiran metode ijmali ini, maka kita dapati bahwa penafsiran sungguh begitu singkat sekali, bahkan pada ayat dua, lafadz tafsir dan lafadz al-qur’an sama.

 c.Kelebihan dan Kekurangan Metode Ijmaliy
-Kelebihan metode tafsir Ijmali
-Praktis, simplistis dan mudah dipahami
-Bebas dari penafsiran israiliyyat
-Akrab dengan bahasa a-qur’an
Kekurangan
-Menjadikan petunjuk al-Qur’an bersifat parsial dan tidak ada ruang untuk mengemukakan analisis yang memadai
-Tidak mampu mengantarkan pembaca untuk mendialogkan al–Qur’an dengan permasalahan sosial maupun keilmuan yang actual dan problematika.
-Menimbulkan ketidak puasan pakar al-Qur’an dan memicu mereka untuk menemukan metode lain yang dipandang lebih baik dari pada metode ijmali.

C.Metode Muqarrin (Perbandingan)

a.Pengertian metode muqarrin
Metode ini dilakukan dengan menemukan dan mengkaji perbedaan-perbedaan antara unsur-unsur yang diperbandingkan, baik dengan menemukan unsur yang benar diantara yang kurang benar, atau untuk tujuan memperoleh gambaran yang lebih lengkap mengenai masalah yang dibahas dengan jalan penggabungan unsur-unsur yang berbeda itu.

Tafsir muqarrin dilakukan dengan membandingkan satu ayat dengan ayat yang lain atau dengan ayat-ayat yang mempunyai kemiripan redaksi dalam dua masalah atau kasus yang berbeda atau yang memiliki redaksi yang berbeda untuk kasus yang sama, atau yang diduga sama, atau membandingkan ayat dengan hadis yang tampak bertentangan, serta membandingkan pendapat ulama tafsir menyangkut penafsiran Al qur’an. Jadi bila dilihat dari pengertian itu, ada tiga kelompok 3 objek kajian tafsir, yaitu membandingkan ayat al-Qur’an dengan ayat yang lain, membandingkan ayat dengan hadits Nabi SAW (yang terkesan bertentangan), dan  membandingkan pendapat penafsiran ulama tafsir (baik ulama salaf maupun ulama khalaf).

b.Contoh tafsir metode muqarrin
Contoh penafsiran dengan metode ini bisa dilihat dalam kitab rawaa’i Al-Bayan fii ayaatil ahkam karya syaikh Ali As-Shobuni.

Bahasannya setiap bab tentang hukum, Ada bahasan dalam setiap bab, yang masing-masing bab disampaikan dengan membandingkan ayat al-Qur’an dengan ayat yang lain, ayat dengan hadits Nabi SAW (yang terkesan bertentangan), dan  membandingkan pendapat penafsiran ulama tafsir (baik ulama salaf maupun ulama khalaf).

Misal dalam bab shalawat atas nabi, akan dijelaskan penafsirannya, kemudian pendapat ulama, seperti Fakhrur Razi, imam Syafi’I, pendapat para ulama lainnya, hingga dalil-dalil yang mereka gunakan.

b.Kelebihan metode  tafsir muqarrin

1.Membuka pintu untuk selalu bersikap toleran terhadap pendapat orang lain.

2.Berguna bagi orang yang ingin mengetahui berbagai pendapat dalam suatu ayat.
3.Mendorong mufassir untuk mengkaji berbagai ayat dan hadits, serta pendapat para mufassir yang lain.
4.Membuktikan ketelitian Al-Qur’an
5.Meyakinkan bahwa tidak ada ayat-ayat al-Qur’an yang kontradiktif.
6.Memperjelas makna dalam ayat.

c.Kekurangan Metode Tafsir Muqarrin
1.Tafsir ini tidak dapat diberikan pada para pemula
2.Kurang dapat diandalkan dalam menjawab permasalan sosial yang tumbuh di tengah masyarakat. Itu disebabkan metode ini lebih mengutamakan perbandingan dari pada pemecahan masalah.
3.Metode ini terkesan lebih banyak menelusuri penafsiran-penafsiran baru.

D.Metode Maudhu’i (Tematik).

a.Pengertian tafsir metode maudhu’i.

Tafsir dengan metode ini dilakukan dengan cara memilih topik tertentu dengan penjelasan yang dicari di dalam ayat al-Quran yang berhubungan dengan topik itu, kemudian dicari keterkaitan antara ayat satu dengan yang lain agar bersifat saling menjelaskan, hingga yang terakhir adalah bisa ditarik kesimpulan akhir berdasarkan pemahaman mengenai ayat-ayat yang saling berkaitan itu.

Metode ini diperkenalkan pertama kalinya oleh Syekh Mahmud  Syaltut (1960 M) ketika menyusun tafsirnya, Tafsir Al-Qur’anul Karim. Sebagai penerapan ide yang dikemukakan oleh asy-Syatibi, ia berpendapat bahwa walaupun masalah yang dikemukakan berbeda-beda, namun tetap ada satu tema yang sentral pada setiap surat yang saling mengikat dan menghubungkan setiap masalah yang berbeda tersebut. Ide ini kemudian dikembangkan oleh Prof. Dr. Ahmad Sayyid Al-Kumi. Ketua Jurusan Tafsir pada fakultas Usuluddin Universitas AL-Azhar sampai tahun 1981. Berikutnya Prof.Dr. Al-Farmawi menyusun sebuah buku yang memuat langkah-langkah tafsir maudhu’I yang diberi judul al-bidayah wan nihayah fi tasir al-maudhu’i.

Prosedur penafsiran al-Quran dengan metode tematik dapat dirinci sebagai berikut :
Menentukan bahasan al-Quran yang akan diteliti secara tematik.
Melacak dan mengoleksi ayat-ayat sesuai dengan topik yang diangkat.

Menata ayat-ayat tersebut secara kronologis (sebab turunnya), mendahulukan ayat Makiyyah dan Madaniyyah, disertai pengetahuan tentang latar belakang turunnya ayat.

Mengetahui korelasi (munasabah) antar ayat-ayat tersebut.
Menyusun tema bahasan dalam kerangka yang sistematis.
Melengkapi bahasan dengan hadits-hadits yang terkait.
Mempelajari ayat-ayat secara tematik dan komprehensif dengan cara mengoleksi ayat-ayat yang memuat makna yang sama, mengkompromikan pengertian yang umum dan khusus, muthlaq dan muqayyad, mensinkronkan ayat-ayat yang tampak kontradiktif, menjelaskan nasikh dan mansukh sehingga semuanya memadu dalam satu muara, tanpa perbedaan atau pemaksaan dalam penafsiran.

b.Contoh Metode Maudhu’i.

Dalam kitab ayat ahkam, disampaikan penafsiran secara tema yang dibahas. Tema-tema itu mengambil dalil dari ayat-ayat al-qur’an yang saling berkaitan, dengan kerangka yang sistematis, hingga dijelaskan ulumul qur’an yang terkandung di dalamnya. seperti am lil khos, mutlaq-muqoyyad, maupun asbabun nuzul.
Bahasan-bahasan dalam jilid tiga kitab ayat ahkan antara lain adalah:
1.Ta’at kepada orang tua.
2.Pengangkatan anak di zaman Jahiliyyah.
3.Warisan untuk dzawil Arham
4.Talak sebelum disentuh.
5.Beberapa hukum tentang pernikahan nabi.
6.Di antara tata krama dalam walimah.
7.Shalawat atas nabi saw.
Hijab wanita muslimah.
8.Hukum patung dan gambar.
Perang dalam Islam.
9.Membatalkan amal yang sedang dalam pelaksanaan.
10.Mencari kebenaran berita.
11.Hukum menyentuh msuhafal-Qur’an.
Dll.

c.Kelebihan metode maudhu’i.
1.Memberikan pemecahan terhadap permasalahan-permasalahan hidup praktis, sekaligus memberikan jawaban terhadap tuduhan/dugaan sementara orang bahwa al-quran hanya mengandung teori-teori spekulatif tanpa menyentuh kehidupan nyata.

2.Sebagai jawaban terhadap tuntutan kehidupan yang selalu berubah dan berkembang, menumbuhkan rasa kebanggaan terhadap al-Quran.

3.Studi terhadap ayat-ayat terkumpul dalam satu topik tertentu juga merupakan jalan terbaik dalam merasakan fasahah dan balaghatul Quran.

4.Kemungkinan untuk mengetahui satu permasalahan secara lebih mendalam dan lebih terbuka.
Lebih tuntas dalam membahas masalah.

d.Kekurangan metode maudhu’I.

1.Melibatkan pikiran dalam penafsiran terlalu dalam.

2.Tidak menafsirkan segala aspek yang dikandung satu ayat, tetapi hanya salah satu aspek yang menjadi topik pembahasan saja

BAB III
PENUTUP

KESIMPULAN
    Allah sudah menyempurnakan risalah Nabi Muhammad sallallahu alaihi wa sallam sebelum beliau meninggal. Di antara kesempurnaannya itu adalah islam merupakan agama yang rahmatan lil alamin. Islam memiliki jawaban dari setiap permasalahan yang ada dengan menampilkan banyak hukum dari dalil-dalil yang sudah digali, baik dari al-qur’an, sunnah, ijma’ maupun qiyas.
   Untuk menggali apa yang dikandung di dalam al-qur’an itulah, kita mendapatkan beberapa metode yang sudah digunakan oleh para ulama kita. Antara lain adalah metode ijmaly, metode penafsiran paling tua yang digunakan para sahabat, metode tahlili, metode muqarrin dan yang terakhir adalah penafsiran dengan metode maudhu’i.
   Setiap metode memiliki banyak kekurangan maupun kelebihan. Tapi dari semua metode itu, kita bisa berkesimpulan bahwa mempelajari, serta memahami al-qur’an adalah sesuatu hal yang wajib. Bahkan di dalam sebuah hadits disebutkan bahwa “ sebaik-baik kalian adalah orang yang mempelajari al-qur’an dan mengajarkannya.”
   Selama penafsiran itu benar, tidak sesat, maka kita boleh mengajarkan dan mengamalkannya. Dalam mempelajari ilmu tafsir pun, kita juga harus memperhatikan mufassirnya agar kita tidak terjatuh dalam kesesatan. Namun perlu kita ingat juga, bahwa tonggak dalam mempelajari tafsir adalah bahasa arab. Kemampuan bahasa arab inilah yang akan menghantarkan kita dalam mempelajari kitab-kitab tasfsir secara lebih dalam. Mengingat al-qur’an, as-sunnah dan bahkan kitab-kitab tafsir dari para ulama salaf maupun kholaf, semuanya menggunakan bahasa arab.

DAFTAR PUSTAKA

1.Dr.H.Ahmad Syukri Saleh,MA, Metodologi Tafsir al-Quran Kontemporer dalam pandangan Fazlur Rahman, Sulthan Thaha Press, Februari 2007.

2.Dr.Nashruddin Baidan, Metodologi Penafsiran al-Quran, Pustaka Pelajar (Anggota IKAPI),Cet.pertama November 1998,Cet.kedua Agustus 2000
3.Al-Qattan, Manna, Al-Mabaahist fi al-Umulumil Qur’an, Beirut
3.Maktabah syamilaah.
4.Mu’ammal Hamidy Lc, Drs. Imran A. Mannan, Tafsir Ayat Ahkam, Pustaka Ilmu, Surabaya.

Pendidikan dalam Islam

Tujuan hidup seorang muslim tidak lain hanya untuk mengabdi pada Allah, yang wujudnya bisa direalisasikan dengan beramal shalih. Beriman dan beramal shalih merupakan dua wujud yang saling melengkapi antara satu dengan yang lain, sekaligus aspek kepribadian yang dicita-citakan dalam pendidikan islam. Sedang hakikat tujuan terbentuknya pendidikan dalam islam adalah terbentuknya insane yang berjiwa religious, berbudaya dan berkemampuan ilmiah, atau disebut dengan insan kamil.
Untuk mengaktulisasikan tujuan itu, pendidik memiliki tanggung jawab penuh dalam mengarahkan peserta didiknya pada tujuan itu. Keberadaan pendidik sangatlah penting dalam dunia pendidikan. Dia tidak hanya sosok yang memindahkan isi kepala kepada orang lain saja, tapi di saat yang sama, dia juga dituntut untuk menginternalisasikan nilai-nilai kepada peserta didik.

A. Pengertian Pendidik
Kata pendidik berasal dari kata didik, yang berarti memelihara, merawat, dan memberi latihan, agar seseorang memiliki ilmu pengetahuan yang diharapkan.
Menurut Ahmad Tafsir, pendidik adalah orang yang bertanggun jawab terhadap berlangsungnya proses pertumbuhan dan perkembangan potensi anak didik, baik potensi kognitif maupun psikomotoriknya; menurut Imam Barnadib, pendidikan adalah tiap orang yang dengan sengaja mempengaruhi orang lain untuk mencapai kedewasaan. Pendidik terdiri dari orang tua dan orang dewasa lainnya yang bertanggung jawab akan kedewasaan anak.
Secara umum, istilah pendidikan dikenal guru. Hadari Nawawi mengatakan bahwa guru adalah orang yang mengajar atau memberikan pelajaran di sekolah atau di kelas. Wa bil khusus, guru adalah orang yang bertanggung jawab dalam membantu anak untuk mencapai kedewasaan masing-masing. Guru bukan hanya sosok yang mengajar di depan kelas hanya untuk menyampaikan materi semata, tapi juga anggota masyarakat yang aktif, berjiwa besar  dan kreatif dalam mengarahkan perkembangan anak didiknya untuk menjadi orang dewasa sebagai anggota masyarakat.
Dari beberapa definisi di atas, dapat diketahui bahwa guru adalah tonggak utama dalam pendidikan, yang bertanggung jawab terhadap upaya pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani peserta didik agar mampu melaksanakan tugas-tugasnya sebagai khalifah fil ardhy, yang berdasarkan al-qur’an dan sunnah. Sehingga dalam konteks ini, pendidik tidak hanya sebagai makhluk yang bertugas di sekolah saja, tetapi semua orang yang terlibat alam proses pendidikan anak dari semenjak dia di dalam kandungan, hingga dewasa, bahkan hingga meninggal dunia.

Di dalam islam, pendidik biasa disebut dengan istilah murabbi, muallim, muaddib, mudarris, muzakki, dan ustad. Berikut ini penjelasan masing-masing.

1.Murabbi
Istilah murabbi berasal dari wazan fa’il yang berakar dari tiga kata. Yang pertama berasal dari kata raba yarbu yang berarti bertambah dan tumbuh. Kedua berasal dari kata rabiya yarba yang berarti tumbuh (nasya’a). ketiga, berasal dari kata rabba yarubbu yang berarti memperbaiki, menguasai, memimpin, menjaga dan memelihara.

Dalam surat al-isra’ ayat 24 disebutkan firman Allah yang artinya , “ Dan ucapkanlah wahai tuhanku, sayangilah mereka berdua sebagaimana mereka berdua menyayangiku semenjak kecil.”

Dalam bentuk kata benda, rabba berarti tuhan. Hal itu terjadi lantaran Tuhan juga bersifat mendidik, memelihara, mengasuh dan bahkan menciptakan.
Oleh karena itu, istilah murabbi sebagai pendidik memiliki arti yang sangat luas. Yaitu: (1) Mendidik peserta didik agar kemampuannya terus meningkat;(2) Memberikan bantuan pada peserta didik untuk mengembangkan potensinya. (3) meningkatkan kemampuan peserta didik dari keadaan yang kurang dewasa menjadi dewasa dalam pola pikir, wawasan, dan lainnya; (4)menghimpun semua komponen yang pendidikan yang dapat mensukseskan pendidikan (5) mememobilisasi pertumbuhan dan perkembangan anak;(6) bertanggung jawab terhadap proses pendidikan anak; (7) memperbaiki sikap dan tingkah laku anak dari yang tidak baik menjadi baik; (8) rasa kasih sayang mengasuh anak sebagaimana rasa kasih sayang orang tua mengasuh anak-anaknya (9) pendidik memiliki wewenang, kehormatan, kekuasaan, terhadap pengembangan kepribadian anak; (10) pendidik merupakan orang tua kedua setelah orang tuanya di rumah yang berhak atas perkembangan dan pertumbuhan anak.

2.mu’allim.

Mu’allim berasal dari fi’il madhi ‘allam yua’llimu yang berarti mengajar. Kata Mu’allim memiliki arti pengajar. Istilah Mu’llim sebagai pendidik dalam hadits Rasulullah adalah kata yang paling umum dan banyak ditemui.
Allah berfirman dalam surat al-Baqarah:251
Artinya: Sebagaimana ( kami telah menyempurnakan nikmat kepadamu) kami telah mengutus kepada kalian Rasul di antara kalian, yang dia membacakan ayat-ayat kami kepada kalian dan mensucikan kalian dan mengajarkan kepada kalian apa yang belum kalian ketahui.

Berdasar ayat di atas, maka Mu’allim adalah orang yang mampu untuk merekonstruksi bangunan ilmu secara sistematis dalam pemikiran peserta didik dalam bentuk ide, wawasan, kecakapan, dan sebagainya yang ada kaitannya dengan hakekat sesuatu. Mu’allim adalah orang yang memiliki kemampuan unggul dibandingkan dengan pesesrta didik yang dengan kemampuan lebihnya itu dia dipercaya untuk mengantarkan peserta didik ke arah kesempurnaan dan kemandirian.  

3. Muaddib
Adalah ism fa’il yang asal fa’il-nya adalah adaba yang berarti mendidik. Sedang Muaddib adalah pendidik. Secara bahasa, mu’aadib merupakan masdhar dari kata addaba yang berarti memberi adab, mendidik. Adab dalam kehidupan sehari-hari sering diartikan dengan tata krama, sopan santun, akhlak, budi pekerti. Anak yang beradab biasanya dipahami sebagai anak yang sopan yang mempunyai tingkah laku yang terpuji.
Dalam kitab-kitab hadits dan kitab lainnya, pengertian adab adalah etika atau tata cara yang baik dalam melakukan suatu kegiatan atau pekerjaan seseuai dengan tuntutnan al-qur’an dan hadits. Adab-adab tertentu itu seperti misalnya, adab membri salam, minta izin untuk masuk ke sebuah ruamh, adab berjabatan tangan dan berpelukan, adab hendak tidur, bangun tidur, duduk, berbaring dan yang lainnya.

Menurut Al-Ghazali, adab adalah melatih diri dan batin untuk menvapai kesucian menjadi sufi. Adab itu menurutnya ada dua tingkatan, yaitu (1) adab al-khidmat yang berarti fana dari memandang ibadahnya dan memandang ibadah yang diperbuatnya hanya semata izin dan anugerah dari Allah;(2)  adab ahli hadarat al-uluhiyyah bagi ahli al-qurb (orang-orang yang dekat dengan Allah) yaitu adab mereka mengikuti Rasulullah secara lahir dan batin.

Dalam kitab Minhajul muslim, Abu Bakar Al-Jazari menyebutkan ada 14 adab muslim terhadap Tuhan, Nabi Muhammad SAW, adab sesama manusia, dan dirinya sendiri. Adab tersebut adalah; (1)adab berniat (2) adab terhadap Tuhan; (3) adab terhadap al-Qur’an; (4) Adab terhadap Rasulullah; (5) adab terhadap diri sendiri berupa tobat, muraqabah, muhasabah, mujahadah; (6)adab terhadap sesama makhluk yang terdiri dari orang tua, anak, saudara, suami-istri, karib-kerabat, tetangga, sesama muslim, dan adab terhadap sesama muslim. (7) adab persaudaraan karena Allah, dan benci karena Allah; (8) adab duduk dan mendatangi majlis ilmu; (9) adab bertamu; (10) adab safar (11) adab berpakaian (12) adab tidur.
Berdasar tinjauan etimologi di atas, maka secara terminology mu’addib adalah seorang pendidik yang berutgas untuk menciptakan suasana belajar yang dapat menggerakkan peserta didik untuk berperilaku atau beradab sesuai dengan norma-norma tata susila dan sopan santun yang berlaku di masyarakat.

4.Mudarris
Secara terminology, mudarris berasal dari bahasa arab yang bershighat ism fa’il dari fi’il madhi darrasa yang berarti mengajar. Sedang mudarris berarti guru. Secara terminology, mudarris adalah irang yang memiliki kepekaan intelektual dan informasi, serta memperbarui pengetahuan dan keahliannya secara berkelanjutan, dan berusaha mencerdaskan peserta didiknya, memberantas kebodohan mereka, serta melatih keterampilan sesuai dengan bakat, minat, dan kemampaunnya.
Berdasarkan pengertian di atas, mudarris adalah orang yang mengajarkan ilmu kepada orang lain dengan metode-metode tertentu dalam uapaya membangkitkan usaha peserta didik agar sadar dalam upaya meningkatkan potensinya. Dalam bahasa yang lebih ringkas, mudarris adalah orang yang dipercayakan sebagai guru dalam upaya membelajarkan peserta didik.

FUNGSI AGAMA DALAM MASYARAKAT

BAB I
PENDAHULUAN
A.Latar belakang
Dalam islam, anggota masyarakat memiliki persamaan dalam hak dan kewajiban. Islam tidak mengenal kasta, dan pemberian hak-hak istimewa kepada seseorang atau kelompok. Kemuliaan seseorang tidak dilihat beradasarkan harta, pangkat yang dimilikinya, namun kemuliaan seseorang dalam islam itu dilihat berdasarkan ketakwaannya.
Secara umum, karakteristik masyarakat islam itu memiliki tiga ciri, antara lain kembali kepada Allah, mengutamakan ketaqwaaan dan saling menghormati antara sesama masyarakat.

BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian masyarakat

Secara bahasa, masyarakat berasal dari kata syaraka dalam bahasa arab yang berarti berserikat, berpartisipasi, atau masyaarak yang berarti saling bergaul. Dan di dalam bahasa inggir menggunakan kata society yang awalnya berasal dari kata socius yang berarti kawan.  

Secara istilah, Mac Iver dan Page mendefinisikan bahwa masyatakat adalah suatu sistem dari kebiasaan dan tata cara, wewenang dan kerja sama antara berbadai kelompok dan penggolongan, pengawasan tingkah laku serta kebebasan manusia. Ralp Linton mendifinisikan bahwa masyarakat adalah setiap kelompok amnesia yang telah hidup dan bekerja bersama cukup lama, sehingga mereka dapat mengatur diri mereka dan menganggap diri mereka sebagai suatu kesatuan sosial dengan batas-batas yang dirumuskan dengan jelas.

Secara sederhana, masyarakat berarti kumpulan individu atau kelompok yang diikat oleh kesatuan Negara, kebudayaan, dan agama. Di dalamnya termasuk segala jalinan hubungan yang timbal balik yang berangkat atas kepentingan bersama, adat kebiasaan, pola-pola, teknik-teknik, sistem hidup, ungang-undang, institudi dan segala segi fenomena yang dirangkum oleh masyarakat dalam pengertian luas dan baru.

Adapun masyarakat menurut islam memiliki sikap dan ciri tertentu yang dapat dibedakan dari masyarakat lain. Komunitas masyarakat itu dapat dilihat dari komunitas yang ditampilkan pada masa Rasulullah SAW, masa keemasan islam, dan pada masa sekarang. Masyarakat islam adalah masyarakat yang teratur, rapi, aman, makmur, adil, dan bahagia yang meliputi seluruh umat. Kehidupan komunitas masyarakat islam menerapkan ajaran islam dalam seluruh aspek kehidupan seperti dalam bidang akidah, ibadah, akhlak, undang-undang dan sistem pemerintahan.

B.Pembagian masyarakat

Masyarakat merupakan gabungan dari individu yang terbentuk berdasarkan tatanan sosial tertentu. Dalam kepustakaan ilmu-ilmu sosial dikenal tiga bentuk masyarakat. masyarakat homogeny; 2) masyarakat majemuk, 3) masyarakat heterogen.
1. Masyarakat homogen adalah masyarakat yang anggotanya tergolong dalam satu asal dengan satu kebudayaan yang digunakan sebagai pedoman sehari-hari.

2. Masyarakat homogen dapat ditemukan dalam bentuk satuan-satuan masyarakat berskala kecil tetapi juga ada yang terwujud dengan masyarakat berskala besar seperti masyarakat Jepang. Sedang sebaliknya, masyarakat majemuk adalah masyarakat yang terdiri dari suku bangsa yang merupakan bagian dari bangsa itu, seperti masyarakat Indonesia atau masyarakat Amerika.

3.Selanjutnya, masyarakat heterogen adalah masyarakat yang memiliki pranata primer yang bersumber dari kebudayaan suku bansa yang sudah diseragamkan oleh pemerintah nasional.  Selain itu, kekuatan-kekuatan politik suku bangsa sudah dilemahkan oleh sistem nasional melalui pengorganisasian yang berlandaskan pada solidaritas.
Masyarakat heterogen juga memiliki pranata alternative yang berfungsi sebagai upaya untuk mengakomodasi perbedaan dan keragaman, da nada tingkat kemajuan yang tinggi dalam kehidupan ekonomi dan teknologi sebagia akibat dari perkembangan pranata-pranata alternative yang beragam itu.

Terlepas dari penggolongan itu, Thoma E O’dea mengatakan bahwa sebenarnya masyarakat terbentuk dari solidaritas dan konsensu. Solidaritas menjadi dasar utama dalam terbentuknya organisasi dalam masyarakat, sedang consensus merupakan persetujuan bersama terhadap nilai-nilai dan norma-norma yang memberikan arah dan makna bagi kehidupan kelompok. Sedang consensus merupakan persetujuan bersama terhadap nilai-nilai dan norma-norma yang memberikan arah dan makna bagi kehidupan kelompok.

Menurut E Durkheim, bila salah satu unsur dari unsur solidaritas dan consensus itu hilang dari masyarakat, maka akan terjadi dis-organisasi sosial serta bentuk dan kultur sosial yang telah mapan akan ambruk. Kondisi seperti itu dinamakan sebgai keadaan anomir.

Jika solidaritas dan konsesnsus dari sebuah masyarakat dianggap sebagai unsur budaya yang digunakan sebagai pedoman hidup sehari-hari bersumber dari ajaran suatu agama, maka fungsi agama adalah sebagai motivasi dan etos masyarakat. dalam konteks ini, agama memberi pengaruh dalam menyatukan sebuah masyarakat. sebaliknya pula, agama juga dapat menjadi pemecah masyarakat, jika solidaritas dan consensus melemah. Kondisi seperti ini biasa dilihat dalam masyarakat majemuk dan heterogen. Dan karena sikap fanatisme sebuah kelompok tertentu dalam masyarakat majemuk dan heterogen pula, solidaritas dan consensus bersama akan terjaga.

Lebih jauh, Elizabeth K. Nottingham membagi masyarakat menjadi tiga tipe dengan pendekatan sosiologi agama. Yaitu:
1.Masyarakat yang terbelakang dan memiliki nilai-nilai sacral.
Setiap anggota masyarakat menganut agama yang sama. Agama masuk ke seluruh sendi kehidupan masyarakat, baik dari segi ekonomi, politik hingga kekeluargaan.

2.Masyarakat pra industri
Organisasi keagamaan sudah terpisah dari organisasi kemasyarakatan. Di masyarakat ini, organisasi keagamaan merupakan organisasi formal yang memiliki professional tersendiri. Sekalipun agama masih memberikan arti dan ikatan pada sistem nilai dalam kehidupan masyarakat, namun antara kehidupan sakral dan sekuler dapat dibedakan. Agama memang masih digungsikan dalam kehidupan masyarakat, namun terlihat ada kecenderungan peran agama kian bergeser ke pembentukan sikap individu. Sekalipun masih ada anggapan bahwa agama dapat diaplikasikan secara universal dan lebih tinggi dari norma-norma kehidupan sosial sehari-hari pada umumnya, agama tetap tidak sekental pada masyarakat dalam anggota yang pertama.

3.Masyarakat industri sekuler
Dalam keadaan ini, organisasi keagamaan sudah terpecah-pecah dan bersifat majemuk. Tidak ada lagi ikatan antara organisasi keagamaan dengan pemerintah duniawi. Karena itu, agama cenderung dinilai sebagai bagian dari kehidupan manusia dengan persoalan akhirat, sedang pemerintahan berhubungan dengan duniawi.

Terlepas dari seluruh bentuk ikatan agama dengan masyarakat, baik dalam bentuk organisasi maupun fungsi agama, maka jelas sekali bahwa agama masih memiliki fungsi penting dalam kehidupan masyarakat. selain itu, masalah agama tidak mungkin dipisahkan dari kehidupan masyarakat, karena agama itu sangat diperlukan dalam kehidupan mereka.

C. Fungsi Agama dalam Masyarakat

Bila dikatikan dengan pendidikan islam, sebenarnya manusia sudah memiliki naluri untuk hidup bersama sejak lahir. Untuk itu, manusia disebut sebagai makhluk homo sosius. Sekurang-kurangnya ada keinginan untuk menyatu dengan lingkungan alam dan sekitarnya. Untuk dapat menghadapi dan menyesuaikan diri dengan kedua lingkungan itu, manusia harus menggunakan fikiran, perasaan dan kemauannya, serta harus senantiasa hidup dengan sesamanya. Untuk itu, manusia dituntut untuk dapat menyempurnakan dan memperluas sikap, tindak tanduknya, agar tercapai kedamaian dengan lingkungannya. Secara rinci, fungsi agama dalam kehidupan bermasyarakat adalah untuk memperbaiki (islah). Antara lain fungsi-fungsi adalah:

1.Berfungsi edukatif
Para penganut agama mengemukakan bahwa ajaran agama yang mereka anut memberikan ajaran-ajaran yang harus dipatuhi, karena secara yuridis ajaran agama itu berfungsi menyuruh dan melarang. Kedua unsur itu memiliki latar belakang dalam pengarahan bimbingan agar para penganutnya memiliki kepribadian yang baik dan terbiasa dengan yang baik menurut ajaran agama masing-masing.

Dalam agama islam, salah satu tugas Rasulullah selama da’wah adalah untuk memperbaiki akhlak umatnya. Maka, dalam masalah adab, akhlak, kita akan menemukan banyak riwayat hadits yang menyuruh kita untuk melakukan suatu perbuatan baik, atau untuk tidak melakukan suatu perbuatan keji. Salah satu contohnya adalah hadits yang berisi larangan untuk marah.

2.Sebagai Penyelamat
Di mana pun manusia berada, dia pasti selalu menginginkan dirinya selamat. Keselamatan yang meliputi bidang luas adalah keselamatan yang diajarkan oleh agama, baik keselamatan dunia maupun akhirat. Dalam mencapai keselamatan itu, agama mengajarkan kepada penganutnya melalui pengenalan kepada masalah sakral berupa keimanan pada tuhan. Pengenalan tersebut berujuan agar dapat berkomunikasi baik secara langsung maupun melalui perantara menuju ke arah itu, dengan berbagai cara sesuai dengan ajaran agama itu sendiri.
Sebagai pendamaian
Seseorang yang bersalah atau berdosa dapat mencapai ketenangan batin melalui tuntunan agama. Rasa berdosa dan rasa bersalah akan hilang dari batinnya, bila seorang pelanggar itu sudah menebus dosanya dengan bertaubat, pensucian atau dengan penebusan dosa.
Sebagai contoh, apabila ada seseorang yang melakukan perbuatan zina, sedang dia sudah menikah, maka dia akan dikenai had berupa rajam.

3.Sebagai sosial control.
Para penganut agama sesuai dengan ajaran agama yang dipeluknya akan terikat batin dengan tutunan ajaran itu, baik secara pribadi maupun kelompok. Hal ini karena ajaran agama dianggap sebagai norma oleh para pengikutnya, sehingga secara tidak langsung, ajaran agama juga bisa menjadi pengawas bagi para penganutnya, baik secara individu maupun kelompok.

4.Sebagai pemupuk rasa solidaritas.

Secara psikologis, para penganut agama yang sama akan memiliki kesamaan dan kesatuan iman dan kepercayaan. Rasa kesatuan itu akan membina rasa solidaritas dalam kelompok maupun perorangan, bahkan kadang-kadang dapat membina rasa persaudaraan yang kokoh. Bahkan balam beberapa agama, rasa persaudaraan itu bahkan dapat mengalahkan rasa kebangsaan.

6. Sebagai transformative.
Ajaran agama dapat mengubah kehidupan kepribadian seseorang atau kelompok menjadi sebuah kehidupan baru sesuai dengan tutunan ajaran agama yang dianutnya. Kehidupan barunya itu kadangkala mampu mengubah kesetiannya pada adat atau norma kehidupan yang dianutnya sebelum itu.

5.Sebagai kreatifitas.
Ajaran agama mendorong dan mengajak para penganutnya agar bekerja dengan produktif, bukan semata-mata karena untuk kepentingan pribadi, namun juga untuk kepentingan orang lain. Penganut agama tidak hanya diperintahkan untuk bekerja secara rutin dalam pola hidup yang sama, akan tetapi juga dituntut untuk melakukan inovasi dan penemuan baru.

6.Sebagai Sublimatif
Ajaran agama mengkuduskan segala usaha manusia, baik secara duniawi paupun ukhrawi.  Selama usaha yang dijalankan seseorang itu tidak bertentangan dengan norma-norma agama, dilakukan dengan niat tulus, karena dan untuk Allah, maka itu merupakan bagian dari ibadah.

7.Agama dan Pembangunan dalam Masyarakat.

Menurut Mustafa Abdul Wahid, dasar-dasar pembentukan masyarakat islam adalah sebagai berikut:

1. Sebagai motivasi
Ajaran agama yang sudah menjadi keyakinan mendalamakan mendorong seseorang atau kelompok untuk mengejar tingkat kehidupan yang lebih baik. Pengamalan ajaran agama tercermin dari pribadi yang berpartisipasi dalam peningkatan mutu kehidupan tanpa mengharapkan imbalan yang berlebihan. Keyakinan akan balasan Tuhan terhadap amalan baik telah memberikan ganjaran batin yang akan mempengaruhi seseorang untuk berbuat baik tanpa mengharapkan balasan materi yang berlebih.
Peranan-peranan positif itu telah membuahkan hasil yang konkrit dalam pembangunan, baik berupa sarana maupun perasarana yang dibutuhkan. Dalam hal ini bisa dicontohkan dengan sumbangan harta benda yang digunakan untuk kepentingan masyarakat yang berlandaskan ganjaran dari Tuhan.

2. Sebagai etos pembangunan
Jika agama yang menjadi panutan seseorang atau masyatakat diyakini dan dihayati secara mendalam, maka akan memberikan suatu tatanan nilai moral dalam sikap. Selanjutnya nilai moral itu akan memberikan garis-garis pedoman tingkah laku seseorang dalam bertindak, sesuai dengan ajaran agamanya. Segala bentuk perbuatan yang dilarang dijauhinya dan yang diperintahkan akan selalu dijalani dengan baik dalam berbagai aspek kehidupan. Dari tingkah laku dan sikap yang demikian itu tercermin suatu pola tingkah laku yang etis. Penerapan agama lebih menjurus pada perbuatan yang bernilai akhlak mulia, bukan karena kepentingan lain.

Segala bentuk perbuatan individu maupun masyarakat selalu berada dalam satu garis yang serasi dengan peraturan dan aturan agama, hingga akhirnya akan terbiasa dengan suatu kebiasaan yang agamis.
Max Weber melihat ada hubungan antara etos kerja dengan nilai ekonomi. Dia melihat kemajuan ekonomi liberal Eropa dan Negara barat lainnya, baik didukung oleh etika dari ajaran agama protestan. Pandangan seperti itu juga dikaitkan oleh sejumlah pengamat dengan kemajuan bangsa Jepang. Oleh para pengamat, keunggulan bangsa Jepang dinilai erat kaitannya dengan nilai-nilai ajaran agama Shinto yang berintikan Bushido, yaitu ketundukan pada pemimpin.

BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Agama memiliki banyak fungsi dan peranan dalam kehidupan bermasyarakat. Fungsi agama dalam kehidupan masyarakat antara lain adalah sebagai edukatif, penyelamat, perdamaian, sosial control, transformatid, kreatif, dan sublimatif. Dan dari sekian banyak fungsi itu, agama sangat berperan dalam memperbaiki kehidupan manusia, baik secara individu maupun masyarakat.

Menurut Zakiyah Darajat, psikologi agama meneliti dan menelaah kehidupan beragama pada seseorang dan mempelajari berapa besar pengaruh keyakinan agama itu dalam sikap dan tingkah laku serta keadaan hidup pada umumnya. Di samping itu, psikologi agama juga memperlajari pertumbuhan dan perkembangan jiwa agama pada seseorang, serta factor-faktor yang mempengaruhi keyakinan tersebut.

Maka bila dilihat dari pengamatan tersebut, dapat kita simpulkan bahwa sejujurnya, Indonesia yang notabene adalah Negara yang mayoritas beragama islam ini tidak mencerminkan bagaimana sejatinya kehidupan seorang muslim. Maka dalam kehidupan bermasyarakat, kita masih akan menemui banyak korupsi, kolusi, nepotisme yang menjarah negri ini.

Dan keadaan ini jauh terbalik dengan Negara-negara maju yang kebanyakan para masyarakatnya beragama non-islam. Bahkan justru dengan agama non islam itu, mereka malah banyak menerapkan kaidah-kaidah yang sudah diajarkan agama silam dalam kehidupan mereka. Sedang kita tahu bahwa sejatinya tugas dalam psikologi agama itu tidak melihat betapa bertakwa atau tidaknya seseorang, tapi melihat apa timbal balik, pengaruh sebuah agama dalam kehidupan seseorang.

Apa yang terjadi pada Indonesia saat ini tentu berbanding terbalik dengan apa yang terjadi pada zaman Rasulullah maupun pada zaman masa keemasan islam. Saat itu, sekalipun islam memasuki era kekerajaan yang diwariskan, namun kehidupan bermasyarakatnya masih sangat islami. Hal itu bisa dilihat biografi-biografi para Ulama yang banyak menceritakan sisi kehidupan bermasyarakat mereka.

Aliran perenialisme dan pendidikan islam

BAB I
PEMBAHASAN

A. Pengertian Preneliasme
Perenialisme berasal dari kata perennial, diartikan sebagai continuing throught the whole year, atau lasting for a very long time yang berarti abadi, kekal, baqa’ dan tidak ada akhir. Dengan demikian, essensi kepercayaan filsafat perennial adalah berpegang pada nilai-nilai atau norma-norma yang bersifat abadi. Perenialisme berarti pula segala sesuatu yang ada pada sepanjang sejarah itu akan dianggap suatu aliran yang ingin kembali pada nilai-nilai masa lalu dengan maksud mengembalikan keyakinan akan nilai-nilai asasi manusia masa silam untuk menghadapi problematika kehidupan manusia masa sekarang, sampai kapanpun dan dimana pun.

Menurut AK Coomaraswamy, filsafat perennialisme dimaksudkan sebagai pengetahuan yang selalu ada dan akan selalu ada, yang berfisar universal. Ada dalam pengertian di antara orang-orang yang berbeda ruang dan waktu maupun yang berkaiatan dengan prinsip-prinsip universal. Selain itu, pengetahuan yang diperoleh intelek ini terdapat dalam jantung semua agama dan tradisi.

Leibniz mengemukakan bahwa filsafat perenialisme adalah metafisika yang diakui realitas ilahi yang substansial bagi dunia makhluk, benda dan pikiran. Itu merupakan psikologi yang menemukan sesuatu yang sama di dalam jiwa dan bahkan identik dengan realitas ilahi dan merupakan etika yang menempatkan tujuan akhir manusia pada pengetahuan yang imanen maupun transenden.
Pada dasarnya, filsafat perennial itu mengkaji sesuatu yang ada dan akan selalu ada dan menawarkan pandangan alternative agar manusia kembali pada akar-akar spiritualitas dirinya tanpa tenggelam ke dalam gemerlapnya kehidupan dunia yang sering membuat silau, hingga menimbulkan berbagai tindakan yang tidak sesuai dengan kemanusiaan. Sehingga dengan kembali pada pusat spiritualitas dirinya, manusia akan memiliki pandangan dunia holistic tentang dirinya, alam, dan dunia. Namun, filsafat perennial  tidak menafikan keberadaan agama formal sama sekali. dia masih mempertahankan agama-agama formal dan berusaha mencari titik temu akar masalah spiritual yang bersifat transenden dan esotris.

Ciri-ciri perennial
Filsafat perennial memberikan jalan menuju pencapaian kepada yang absolute melalui pendekatan mistik, yaitu melalui intelek yang lebih tinggi dalam memahami secara langsung tentang Tuhan. Pendekatan mistik ini tidak hanya melalui perenungan semata, tetapi tetap menggunakan sarana-sarana yang telah ada di setiap agama, berupa symbol-simbol, maupun tradisi-tradisi yang secara esensial berasal dari Yang Satu esensial tentang ketuhanan tidak hanya mementingkan aspek isi saja, tapi juga melibatkan aspek bentuk dalam memahami aspek ketuhanan secara komprehensif.

Filsafat perennial berusaha menjelaskan adanya sumber dari segala yang ada. Menjelaskan bahwa segala wujud yang ada ini adalah relative dan tidak lebih sebagai jejak, kreasi dan cerminan dari Tuhan yang esensi dan subtansinya di luar jangkauan manusia. Manusia hanya sanggup menangkap bayang-bayang Nya atau mecoba mendefiniskan lewat sifat dan nama-nama Nya.

Filsafat perennialisme berusaha mengungkapkan apa yang disebut dengan wahyu batiniah, agama asli, yang terukir dalam hati seseorang yang paling dalam, yang senantiasa rindu pada tuhan, dan selalu berpikir dan berperilaku dengan baik dan benar. Dengan kata lain,  secara instrinsik Tuhan telah menananmakan benih keimanan dan islam ke dalam hati setiap insane. Hanya saja, terkadang benih itu tertimbun oleh kekafiran sehingga tidak bisa menumbuhkan mereka. Namun kandungan iman dan islam itu tetap ada hingga mati.
Filsafat perennial memperhatikan kaitan seluruh eksistensi yang ada di alam semesta ini dengan realitas mutlak.

Perennial memandang bahwa zaman saat ini adalah zaman yang kebudayaannya terganggu oleh berbagai kekacauan, kesimpang siuran dan kebingungan. Perennialis memandang bahwa akibat dari zaman saat ini adalah terjadinya banyak krisis dalam berbagai dimensi kehidupan manusia. Dalam rangka mengobati manusia yang sakit, aliran ini memberikan konsep regressive road to cultural (kembali kepada masa lampau yang masih ideal ) sebagai solusi. Prinsip yang ideal ini berhubungan dengan nilai ilmu pengetahuan, realita, moral dan pemegang kunci keberhasilan pembangunan kebudayaan.

B.Implementasi Perennialisme dalam Pendidikan
Perkembangan konsep-konsep perenialisme banyak dipengaruhi oleh tokoh-tokoh berpengaruh, seperti Plato, Aristoteles dan Thomas Aguino.

  1.  Menurut Plato, ilmu pengetahuan dan nilai merupakan sebagai manispestasi hukum universal yang abadi dan ideal sehingga ketertiban sosial hanya bisa dicapai bila ide itu menjadi tolak ukur yang memiliki asas normative dalam semua aspek kehidupan.
  2. Menurut psikologi Plato secara kodrati, manusia memiliki tida potensi, yaitu nafsu, kemauan dan akal. Ketiga potensi itu merupakan asas bagi bangunan kepribadian dan watak manusia, yang akan tumbuh, berkembang dan berjalan seimbang melalui pendidikan.
  3. Menurut Aristoteles, oreintasi pendidikan ditujukan pada kebahagiaan, melalui pengembangan kemampuan-kemampuan rohani seperti emosi, kognisi dan jasmaniah manusia.
  4. Menurut Thomas Aguino, tujuan pendidikan adalah sebagai usaha untuk meralisasikan kapasitas yang dimiliki tiap individu manusia agar berkualitas. Out-put yang diharapkan menurut perenialisme adalah manusia bisa mengenal dan mengembangkan karya-karya yang menjadi landasan pengembangan disiplin mental. Tugas pendidik adalah mempersiapkan peserta didik kea rah kemtangan intelektualnya, yang bisa membuat peserta didik hidup bahagia. Jadi dengan pengembangan akal maka akal pikirannya dapat mempertinggi kemampuannya.

C.Pandangan pendidikan Islam terhadap Perenialisme.

  1. Dalam konteks pendidikan, Perenialis dibangun atas dasar satu keyakinan ontologisnya bahwa batang tubuh pengetahuan yang berlangsung dalam ruang dan waktu mestilah terbentuk melalui dasar-dasar pendidikan yang diterima manusia dalam kesejahteraannya.   Prinsip pendidikan perenialis adalah membantu peserta didik untuk menemukan dan menginternalisasikan kebenaran abadi, karena memang kebenarannya mengandung sifat universal. Kebenaran seperti ini hanya diiperoleh melalui latihan intelektual yang dapat menjadikan pikirannya teratur dan tersistematis sedemikian rupa. Sedang dalam agama islam, kebenaran abadi tidak hanya didapat melalui latihan intelektual saja, tapi yang bahkan paling penting adalah latihan intuisi atau qolbun.
  2. Aliran ini meyakini bahwa pendidikan adalah transfer ilmu pengetahuan tentang kebenaran abadi. Pengetahuan adalah suatu kebenaran yang selamanya memiliki kesamaan. Filsafat pendidikan islam menadang bahwa suatu kebenaran yang hakiki dan abadi itu datangnya dari Allah. Maka untuk mendapatkannya kebenaran itu, pendidikan harus mengacu pada Al-Qur’an yang tidak lain merupakan wahyu dari Allah. Dalam filsafat pendidikan islam, pendidikan mestilah mencari pola agar peserta didik dapat menyesuaikan diri pada kebenaran yang datang dari Allah, bukan pada kebenaran dunia saja. Menurut ajaran islam, setiap manusia itu lahir dalam keadaan membawa fitrah islamiyah yang dapat dikembangkan kea rah perkembangan yang bercorak fitrah islamiyah. Dalam fitrah itu terdapat kemampuan-kemampuan dasar berkembang yang beraspek ganda dalam konfigurasi fitrahnya, yaitu potensi dasar fitrah yang acuannya berkerangka pada daya kognitif, afektif dan psikomotorik. Dan optimalisasi pengembangan potensi dasar itulah berakhir pada sosok islami sebagai sibghah yang dikehendaki Allah.
  3. Perenialisme lebih cenderung pada subjek centered dalam kurikulum maupun metode dan pendekatan yang ditempuh dalam pembelajaran. Pada materi-materi dalam kurikulum akan terlihat mengarahkan pada kepentingan dan kebutuhan subjek didiknya dalam menumbuh kembangkan potensi berpikir kreatif yang dimilikinya. Sedang dalam perenilisme, mereka mengutamakan metode yang selalu memberikan kebebasan berpikir bagi peserta didik.   Menurut perenialisme, program pendidikan yang ideal itu berorientasi pada potensi dasar agar kebutuhan masyarakat terpenuhi. Pada hakekatnya, manusia itu sama meski tempat dan lingkungannya berbeda. Oleh karena itu, corak dan pola pendidikan yang sama dapat diterapkan pada setiap manusia dimana pun dan kapan pun. Padangan perenialisme ini ada kesamaan dengan pendidikan islam yang mengakui potensi dasat yang dimiki manusia sejak lahir, dan dapat dikembangkan melalui pendidikan. Perbedaannya terletak pada nilai-nilai yang mendasarinya. Islam menghendaki agar perkembangan pribadi seseorang melalui pendidikan itu dijiwai oleh nilai ketuhanan, sedang perenialisme dijiwai oleh nilai-nilai yang berkembang dalam sejarah kemanusiaan yang kebenarannya tidak seabsolut nilai-nilai lahiriah.
  4. Perenialisme berpandangan, meski substansi semua agama itu sama, tapi kehadiran substansi akan dibatasi dan fungsinya terkait bentuk. Sehingga eksoterik dan operasional akan berbeda antara agama yang satu dengan agama yang lainnya. Setiap agama selalu otentik untuk zamannya, meski secara substansi kebenarannya bersifat perennial, tidak dibatasi ruang dan waktu. Dalam konteks islam, kata islam sendiri sudah berarti substantive, atau berserah diri. Kehadiran islam tidak menafikan keberadaan kitab-kitab dan para nabi sebelumnya, dan bahkan meyakini adanya mereka. Kehadiran agama memang tidak lepas dari dimensi waktu dan sejarah, namun substansi agama yang berasal dari ruhan tidak berlaku untuk kategori waktu manusia. Oleh karena itu dalam filsafat pendidikan islam, kebenaran mutlak itu ada pada ajaran islam. Sedang kebenaran yang lainnya bersifat relative dan dibatasi waktu.

Sumber: prof. DR. Ramayulis & prof. DR. Samsul Nizar, MA. filsafat pendidikan islam, Jakarta:kalam mulia.

Kebo kiai slamet.

Heran saya, hari ini adalah peringatan malam satu sura. Saya yang tinggal di daerah Kauman surakarta hadiningrat hanya bisa curhat aja, sambil ngelus dada. Walau posisinya hanya berjarak beberapa meter dari jalan slamet riyadi yang juga dijadikan tempat arak-arakan, saya tidak akan mengikuti acara tersebut. Hukumnya haram, syirik (menduakan Allah. Allah saja tidak mau diduakan apalagi manusia
– _-*). Pelakunya sudah tentu musyrik.
  wahai para manusia yang matanya belekan…. Dimana akal waras kalian saat menghadiri malam 1 sura? dari mengikuti ritual ampe rebutan tai, kencing, dan entah najis mana lagi yang kalian sucikan?
  Kita, manusia jelas sebagai khalifah fil ardi. Wakil Allah di muka bumi. Ahsana huluqin, sebaik-baik makhluk yg Allah ciptakan.
  Tapi saat malam 1 sura?
  Bahkan manusia bisa lebih hewan dari pada hewan yg tidak berakal, tidak beradab.
Ya Allah… Kalau lihat keadaan seperti ini, kita harus banyak istighfar, taqorrub, muhasabah. Ya, pantas saja hujan tidak segera turun. Kemusyrikan masih gentayangan di hadapan kita.

SOSIOLOGI PENDIDIKAN

BAB I
PENDAHULUAN
A.Latar Belakang
Manusia merupakan makhluk terbaik di antara seluruh makhluk yang Allah ciptakan di alam raya ini. Dan sebagai makhluk terbaik itulah, Allah juga memberikan banyak hal yang tidak diberikan pada makhluk yang lainnya. Salah satunya adalah berupa potensi yang manusia, yang modal minimalnya adalah cukup dengan panca indera serta akal. Namun dalam perjalannya, potensi itu tidak bisa berkembang dengan sendirinya. Harus diiringi dengan usaha maksimal, do’a, ikhtiar baru tawakkal. Dan dalam usahanya itu, agar potensi bisa meningkat, dibutuhkan suatu arahan atau bimbingan agar bisa berjalan pada jalan yang benar dan berhasil sesuai dengan apa yang diharapkan.
Mengingat begitu berharganya potensi yang dimiliki manusia yang notabene adalah makhluk dengan julukan ahsana khuluqin, maka akan begitu terasa sia-sia bila potensi itu tidak berkembang atau lebih parahnya terbuang begitu saja. Untuk itu, sebagai salah satu upaya peningkatan potensi, manusia membutuhkan pendidikan sebagai bekal kehidupannya yang diberikan sejak kecil.
Secara sosiologi, pendidikan merupakan salah satu warisan budaya dari generasi ke generasi yang salah satu tujuannya adalah agar kehidupan masyarakat tetap berlanjut, serta menjaga identitas masyarakat. Selain itu, ilmu sosiologi ini juga begitu dekat dengan kehidupan manusia, walaupun tanpa dilakukan belajar teori di dalam kelas. Karena sejatinya, manusia memang makhluk sosial yang saling membutuhkan antara satu dengan yang lainnya dalam kehidupan sehari-hari.
Namun perlu kita ketahui juga bahwa dinamika masyarakat saat ini sangat cepat dan maju. Itu merupakan salah satu bagian dari efek globalisasi yang telah melahirkan banyak perubahan yang terjadi dalam kehidupan masyarakat. Tidak hanya dalam masalah sosial saja, tapi juga pergeseran budaya, pendidikan, hingga cara berpikir dan berkomunikasi. Dengan mengetahui perkembangan dunia, diharapkan dunia pendidikan dapat merespon hal-hal demikian dengan baik dengan berlandaskan ilmu sosiologi.

Rumusan Masalah
Apa pengertian sosiologi pendidikan?
Apa hubungan anatara sosiologi dan pendidikan?

Tujuan
Untuk mengetahui tentang sosiologi pendidikan.
Untuk menjelaskan keterkaitan antara sosiologi dengan pendidikan.

BAB II
PEMBAHASAN
Pengertian Sosiologi Pendidikan
Sosiologi pendidikan berasal dari dua kata, yaitu sosiologi dan pendidikan. Sosiologi berasal dari kata socius yang berarti teman, kawan, sahabat. Dan logos berarti ilmu pengetahuan. Jadi sosiologi adalah ilmu tentang cara berteman, berkawan, dan bergaul dengan baik.
Sosiologi lahir pada abad ke-19 di Eropa dan digunakan pertama kali  August Comte (1798-1857) pada tahun 1839, sebagai ilmu pengetahuan positif yang mempelajari masyarakat. August Comte yang disebut sebagai bapak sosiologi ini berpendapat bahwa ilmu sosiologi agar bermanfaat harus didasari oleh pengamatan, perbandingan, eksperimen, metode historis dan berdasarkan fakta-fakte objective dan bukan berdasarkan harapan, perdiksi, ataupun ramalan. Sosiologi mempelajari berbagai tindakan sosial yang menjelma dalam realitas kehidupan masyarakat. Mengingat banyaknya realitas yang ada pada masyarakat, maka lahirlah berbagai cabang sosiologi seperti sosiologi politik, sosiologi kebudayaan, sosiologi agama, sosiologi pendidikan dan lain-lain.
Sedang pendidikan adalah terjemahan dari bahasa Yunani yaitu paedagogie. Paedagogie asal katanya adalah pais yang berarti anak dan again yang berarti membimbing. Jadi paedagogie berarti bimbingan yang diberikan pada anak. Orang yang memberikan pendidikan kepada anak disebut Paedog. Dalam perkembangan istilah pendidikan berarti bimbingan atau pertolongan yang diberikan dengan sengaja oleh orang dewasa agar dia menjadi dewasa.
Dalam UU SISDIKNAS no. 20 tahun 2003 disebutkan bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya dan masyarakat.

Berikut ini pendapat para ahli mengenai sosiologi pendidikan, antara lain:
H.P Fairchild berpendapat bahwa sosiologi pendidikan adalah ilmu yang berusaha untuk mengetahui cara-cara mengendalikan proses pendidikan yang mengembangkan kepribadian individu agar lebih baik.
Menurut Drs. H. Ary Gunawan adalah ilmu pengetahuan yang berusaha memecahkan masalah-masalah pendidikan dengan analisis atau pendekatan sosiologis.
F.G Robbin mengatakan bahwa sosiologi pendidikan adalah sosiologi khusus yang tugasnya menyelidiki struktur ini ialah teori dan filsafat pendidikan.
E.G. Payne, Sosiologi pendidikan adalah ilmu studi yang komprehensip tentang segala aspek pendidikan dari segi ilmu sosiologi yang diterapkan.
Dari berbagai pengertian mengenai sosiologi pendidikan, kita bisa menemukan ciri-ciri yang masuk dalam dalam dunia sosiologi pendidikan. Antara lain:
Empiris adalah ciri utama sosiologi sebagai ilmu, sebab bersumber dan tercipta dari kenyataan lapangan.
Teoritis adalah peningkatan fase penciptaan yang menjadi salah satu bentuk budaya yang bisa disimpan dalam waktu lama dan dapat diwariskan.
Komulatif adalah sebagai akibat dari penciptaan teus menerus sebagai konsekuensi dari adanya oerubahan pada masyarakat yang membuat teori-teori akan berkomulikasi mengarah pada teori yang lebih baik.
Nonetis adalah karena teori itu menceritaka apa adanya tentang masyarakat beserta individu-individu di dalamnya, tanpa menilai baik buruknya.

Latar Belakang Sejarah Sosiologi Pendidikan
Sejarah yang melatar belakangi sosiologi pendidikan adalah adanya perubahan struktur masyarakat dan tidak ada “ peranan penyiapan” anak didik yang dilakukan oleh lembaga-lembaga pendidikan, supaya mereka bisa menyadari “ masyarakat baru” yang sedang tumbuh di sekitarnya (John Dewey 1859-1952).
Latar belakang Sosiologi pendidikan yang lain adalah munculnya pandangan tentang pendidikan sebagai ikhtiar sosial dan pendapat bahwa pendidikan itu bukanlah satu bentuk, baik dalam artian ideal maupun aktualnya, tetapi bermacam-macam. Seberapa banyaknya yang dimaksud, sebenarnya mengikuti perbedaan lingkungan di masyarakat secara keseluruhan beserta masing-masing lingkungan khususnya, akan menentukan tipe-tipe pendidikan yang diselenggarakan (Emile durkhelm 1858-1917).

Tujuan Sosiologi Pendidikan
Setiap kegiatan pendidikan merupakan bagian dari proses menuju tercapainya suatu tujuan dimana setiap tujuan pendidikan disesuaikan dengan tuntutan masyarakat dan kebutuhan dunia kerja.
Francis Brown mengatakan bahwa sosiologi pendidikan memperhatikan pengaruh keseluruhan lingkungan budaya sebagai tempat dan cara individu dalam memperoleh dan menorganisasi pengalamannya. Sedang S. Nasution mengatakan bahwa sosiologi pendidikan adalah ilmu yang berusaha untuk mengetahui cara-cara mengendalikan proses pendidikan untuk memperoleh perkembangan kepribadian individu yang lebih baik. Dari pengertian-pengertian yang telah dikemukakan dapat disebutkan beberapa konsep tentang tujuan pendidikan, yaitu sebagai berikut:
Sosiologi pendidikan bertujuan menganalisis proses sosialisasi anak, baik dalam keluarga, sekolah, maupun masyarakat. dalam hal ini harus diperhatikan pengaruh lingkungan dan kebudayaan masyarakat terhadap perkembangan pribadi anak.
Bertujuan untuk menganalisis perkembangan dan kemajuan social. Banyak para pakar yang beranggapan bahwa pendidikan memberikan kemungkinan yang besar bagi kemajuan masyarakat. seperti dengan memiliki ijazah yang tingkat pendidikannya makin tinggi, maka akan lebih leluasa pula untuk menduduki jabatan yang lebih tinggi.
Menganalisis status pendidikan dalam masyarakat. Berdirinya sebuah lembaga pendidikan dalam masyarakat sering  disesuaikan dengan tingkatan daerah di mana pendidikan itu berada.
Bertujuan untuk menganalisis partisipasi orang-orang terdidik/berpendidikan dalam kegiatan sosial. Peranan aktivitas wargayang berpendidikan sering menjadi ukuran maju dan berkembangnya sebuah masyarakat.
Menetukan tujuan pendidikan. Sejumlah pakar berpendapat bahwa tujuan pendidikan nasional harus bertolak dan dapat dipulangkan kepada filsafat hidup bangsa tersebut. Seperti Indonesia yang memiliki pancasila sebagai filsafat hidup dan kepribadian bangsa Indonesia harus menjadi dasar untuk menetukan tujuan pendidikan Nasional serta tujuan lainnya.
Jika dilihat pada zaman peradaban yunani kuno pada masa Plato, pendidikannya lebih mengutamakan penciptaan manusia sebagai pemikir, kemudian menjadi penguasa dan ksatria. Pada zaman Romawi, seperti kehidupan Cicero, 2 pendidikan mengutamakan penciptaan manusia yang humanistis. Pada abad pertengahan, pendidikan mengutamakan dalam menjadikan manusia sebagai pengabdi khalik (baik dalam versi islam maupun kristiani).
Menurut Nasution, ada beberapa konsep tentang tujuan Sosiologi Pendidikan, antara lain adalah:
1.Analisis proses sosiologi
2.Analisis kedudukan pendidikan dalam masyarakat
3.Analisis intraksi sosial di sekolah dan antara sekolah dengan masyarakat.
4.Alat kemajuan dan perkembangan sosial.
5.Dasar untuk menentukan tujuan pendidikan
6.Sosiologi terapan
7.Latihan bagi petugas pendidikan.
Konsep tujuan pendidikan di atas menunjukkan bahwa aktivitas masyarakat dalam pendidikan  merupakan sebuah proses, sehingga pendidikan bisa dijadikan sebagai alat bagi individu untuk bisa berinteraksi secara baik dan tepat di dalam komunitas dan masyarakatnya.
Selain itu, sosiologi pendidikan juga memberi penjelasan yang relevan dengan adanya kondisi masyarakat, hingga setiap individu dapat menyesuaikan diri dengan adanya pertumbuhan dan perkembangan berbagai macam fenomena yang muncul dalam komunitas dan masyarakatnya.
Namun perlu kita ketahui bahwa pertumbuhan dan perkembangan masyarakat merupakan bentuk lain dari pola budaya yang terbentuk dalam suatu masyarakat. pendidikan hanya bertugas memberi penjelasan mengapa terjadi suatu fenomena, bagaimana mengatasi segala implikasi buruk yang berkembang karena fenomena itu, dan lain-lain.
Pada dasarnya, tujuan sosiologi pendidikan sendiri adalah untuk mempercepat dan meningkatkan pencapaian tujuan secara keseluruhan. Karena itu sosiologi pendidikantidak akan keluar dari upaya-upaya pencapaian tujuan serta fungsi pendidikan tercapai menurut pendidikan itu sendiri.
£Dalam UUSPN No. 2 Tahun 1989 pasal 3 disebutkan, “ untuk mengembangkan kemampuan serta meningkatkan mutu kehidupan dan martabat manusia Indonesia dalam rangka upaya mewujudkan tujuan nasional.” Dari fungsi tersebut, dapat disimpulkan bahwa diselenggarakannya tujuan pendidikan aldah:
Untuk mengembangkan kemampuan manusia Indonesia.
Meningkatkan mutu manusia Indonesia.
Meningkatkan martabat manusia Indonesia. 
Mewujudkan tujuan nasional melalui manusia Indonesia.
Oleh karena itu pendidikan yang diselenggarakan bagi manusia Indonesia itu tujuannya tidak jauh dari kata-kata untuk meningkatkan mutu kehidupan, meninggikan martabat individu maupun masyarakat, mengembangkan potensi diri, dan lain-lain.
Dan hingga kini, pendidikan dianggap sebagai sarana paling efektif dalam menyadarkan masyarakat, baik secara individu maupun kelompok. Sehingga tidak heran bila nantinya akan kita dapati para orang tua berani merogoh kocek demi pendidikan yang terbaik untuk anaknya. Apalagi mereka juga meyakini bahwa dengan ada harga maka  ada rupa. Dengan rupa, masa depan cerah terjamin.
Selain anggapan di atas, pendidikan merupakan poin penting dalam kehidupan manusia. Pendidikan dengan berbagai macam objeknya, mampu menjamin kehidupan cerah bagi individu maupun masyarakat berbangsa dan bernegara. Karena dengan pendidikan, kecerdasan dan potensi akan berkembang dan terarah dengan baik. Misalnya dalam bidang ekonomi, bisa mengurangi tingkat kemiskinan, pengangguran. Dalam bidang agama bisa membuat pemeluknya akan semakin terinternalisasi dengan agama yang dianutnya, dan lain sebagainya.

Ruang Lingkup Sosiologi Pendidikan.
Sosilogi disebut juga dengan ilmu masyarakat, atau ilmu yang membicarakan masyarakat, sehingga diperlukan pengertian mengenai masyarakat. Berikut ini pengertian yang diberikan oleh beberapa sosiologi:
Masyarakat merupakan jalinan hubungan sosial dan selalu berubah (Mac Iver dan Page).
Masyarakat adalah kesatuan hidup makhluk-makhluk manusia yang terikat suatu system adat istiadat tertentu. (Koendjadiningrat).
Masyarakat adalah tempat orang-orang hidup bersama yang menghasilkan kebudayaan. (Selosoemardjan dan Soelaiman Soemardi).
Menurut Soejono Soekanto ada beberapa unsur yang terkandung dalam masyarakat. antara lain:
Adanya manusia yang hidup bersama (dua atau lebih).
Memiliki kesadaran sebagai satu kesatuan Merupakan system kehidupan bersama yang menimbulkan kebudayaan.

BAB III
PENUTUP
Dari berbagai pengertian, tujuan, yang sudah dikemukakan dalam bab-bab sebelumnya, kita bisa mengetahui bahwa sosiologi dan pendidikan memiliki keterkaitan yang erat. Sekolah memang memiliki peran yang besar dalam mengembangkan, meningkatkan berbagai jenis potensi dan kecerdasan yang dimiliki setiap siswa di dalamnya. Hanya saja keberhasilan pendidikan ini tidak hanya ditentukan oleh proses pendidikan dan sarana prasarana  yang dimiliki sekolah. Namun juga ditentukan oleh tiga lingkungan sosialisasi besar yang berpengaruh pada  siswa. Antara lain lingkungan sekolah, keluarga dan masyarakat.
Dari hal tersebut dapat kita ketahui bahwa pendidikan merupakan tanggung jawab bersama dan tidak hanya membebankan pada satu pihak saja. Orang tua dan dan masyarakat memiliki andil dan tanggung jawab yang besar untuk turut serta dalam berpartisipasi, memikirkan, dan memberikan bantuan dalam penyelenggaraan pendidikan sekolah. Karena bila salah satu saja rusak, maka itu bisa berpengaruh pada tingkat keberhasilan siswa.
Hingga saat ini, boleh dikatakan hubungan antara sekolah dengan anggota masyarakat atau bahkan keluarga masih minim, karena pendidikan banyak disalah pahami dengan hanya berisi persiapan dan kesiapan kelanjutan pelajaran. Terlebih kurikulum sekolah saat ini hanya bersifat akademis dan dapat dijalankan berdasarkan buku pelajaran tanpa menggunakan sumber-sumber masyarakat.
Padahal seharusnya hubungan antara sekolah dan masyarakat haruslah erat. Sekolah berfungsi sebagai pelaksanaan agar masyarakat menjadi lebih baik dan para siswa dapat aktif di tengah-tengah masyarakat. Selain itu, jalinan interaksi antar sekolah dan masyarakat juga haruslah diupayakan oleh sekolah, agar sekolah dapat diterima di tengah-tengah masyarakat, mendapatkan aspirasi, simpati, serta mengupayakan adanya kerja sama yang baik antara sekolah dan masyarakat untuk kebaikan bersama.